MAKALAH
NAJIS
DAN CARA MENGHILANGKANNYA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan
Dosen pengampu : Drs, H. Fachrullah
M.Hum
Oleh
:
1. Ali
Imron (2021114144)
2. Fatchurahman
Ali (2021114145)
3. Tutik
Saniyah (2021114146)
4. Selfi
Shochifatul Islah (2021114147)
Kelas
: PAI C
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
yang telah memberikan kemudahan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah materi mata kuliah Fiqih kami yang berjudul “Najis Dan Cara
Menghilangkannya ”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat.
Makalah ini menjelaskan
tentang pengertian najis, Benda-benda yang termasuk najis, Jenis-Jenis Najis,
Istinja’, Najis yang dimaafkan, cara mencuci benda yang terkena najis. Dengan
demikian materi makalah ini diharapkan dapat membantu proses belajar mahasiswa.
Teriring ucapan terima
kasih kepada Bapak Fachrullah selaku pembimbing kami dalam pembelajaran mata
kuliah Fiqih, juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta
motivasi kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa
dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan dan peningkatan kualitas makalah di masa yang akan datang dari
pembaca adalah sangat berharga bagi kami.
Demikian
makalah ini kami susun, semoga makalah ini bisa menambah keilmuan dan
bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan referensi bagi penyusunan
makalah dengan tema yang senada diwaktu yang akan datang. Aamiin yaa robbal
‘alamin.
Pekalongan,
23 September 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ........................................................................................ i
Kata
Pengantar ...................................................................................... ii
Daftar
Isi ................................................................................. ............. iii
Bab
I Pendahuluan ................................................................................ 1
A. Latar
Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................. 1
C. Metode
Pemecahan Masalah ................................................................. 1
D. Sistematika
Penulisan Makalah ............................................................... 2
Bab
II Pembahasan ...............................................................................
A. Pengertian
Najis .................................................................................... 3
B. Benda-Benda Yang Termasuk Najis ...................................................... 3
C. Jenis-Jenis Najis ................................................................................... 6
D. Istinja’ .................................................................................................. 7
E. Najis yang dimaafkan ............................................................................ 7
F. Cara Mencuci Benda Yang Terkena Najis ............................................. 8
Bab
III Penutup .......................................................................... ......... 11
Kesimpulan
.......................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bersih
atau suci dan najis bergantung pada pandangan syariah karena manusia terkadang
menganggap baik sesuatu yang keji dan menganggap keji sesuatu yang baik. Oleh
sebab itu, asal segala sesuatu itu adalah suci. Jadi, orang yang mengatakan
sesuatu itu najis, ia harus membuktikannya dengan tepat. Sebaliknya, orang yang
mengatakan sesuatu itu suci, tidak perlu memaparkan dalil.
Apabila
sesuatu itu diciptakan untuk kita, dapat disimpulkan bahwa kita boleh
memanfaatkannya sesuai dengan kemauan kita. Sedangkan, suatu yang najis tidak
dimanfaatkan bagaimanapun bentuknya. Sesuatu yang najis adalah semua hewan yang
tidak dapat dimakan selain manusia, hewan yang darahnya tidak mengalir, dan
binatang yang sulit dimakan, seperti kucing.[1]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya
kajian makalah ini. Adapun rumusan makalahnya sebagai berikut :
1. Apa
Pengertian Najis?
2. Apa
Saja Benda-Benda Yang Termasuk Najis?
3. Apa
Saja Jenis-Jenis Najis?
4. Bagaimana
Cara Istinja’?
5. Apa
Saja Najis yang dimaafkan?
6. Bagaimana
Cara Mencuci Benda Yang Terkena Najis?
C.
Metode
Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui
study literatur atau metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa
referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah
pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan
melakukan perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian masalah,
penentuan tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai
sumber, dan penyintesisan serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
D.
Sistematika
Penulisan Makalah
Makalah ini
ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I Pendahuluan yang terdiri dari: latar
belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika
penulisan makalah; Bab II, adalah Pembahasan; Bab III, bagian penutup yang
terdiri dari Kesimpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Najis
Najis
adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri
darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya. mengenai hal ini, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mesucikan diri.” (Al-Baqarah:
222)
Sedangkan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
الطَّهَوْرُشَطُرُالاِيْمَنِ (رواه مسلم)
“Kesucian
itu sebagian dari iman.”(HR. Muslim).[2]
B.
Benda-Benda Yang Termasuk Najis
1.
Bangkai
binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang
darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat
manusia, semuanya suci.
Firman
Allah Swt:
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai.” (Al-Maidah: 3)
Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu
juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam ayat
tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging, kulit,
tulang, urat, bulu, dan lemaknya semuanya itu najis menurut madzab syafi’i.
Menurut madzab Hanafi, yang najis hanya bagian-bagian yang mengandung
roh(bagian-bagian yang bernama) saja, seperti daging dan kulit.
Bagian-bagian yang tidak bernyawa, seperti buku, tulang, tanduk,
dan bulu, semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing dan
babi tidak termasuk najis.
2.
Darah
Segala
macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Firman Allah Swt.
“Diharamkan
bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi.” (Al-Maidah: 3)
Sabda
Rasulullah Saw:
“Telah dihalalkan kita dua macam bangkai
dan dua macam darah: ikan dan belalang, hati dan limpa.” (Riwayat Ibnu
Majah).
Dikecualikan
juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih,
begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya
diperbolehkan atau dihalalkan.
3.
Nanah
Segala
macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu
merupakan darah yang sudah busuk.
4.
Segala
benda cair yang keluar dari dua pintu
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa seperti tinja,
air kencing ataupun yang tidak biasa, seperti mazi, baik dari hewan yang halal
dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.
5.
Arak
(setiap minuman keras yang memabukan)
“Sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala,
mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji. , termasuk perbuatan setan.”(Al-Maidah
90).
6.
Anjing
dan Babi
Semua
hewan suci, kecuali Anjing dan Babi.
Sabda
Rasulullah Saw:
طَهُورُاِنَاءِاَحَدِكُم اِذَاوَلَغ فِيْه الكلْبُ اَنْ يغْسِلَهُ
سَبْعَ مَرَّاتٍ اُولاَ هُنَّ بِا لتُّرَابِ (رواه مسلم)
“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu
apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah
dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim).
7.
Bagian
badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup.
Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah
seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu
juga najis, seperti babi dan kambing. Kalau bangkainya suci, yang dipotong
selagi hidupnya sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari ikan
hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal dimakan, hukumnya suci.[3]
8.
Kotoran
dan Kencing Hewan Yang Haram Dimakan Dagingnya
Setiap binatang yang tidak boleh (haram) dimakan dagingnya menurut
syari’at islam seperti keledai, maka semua yang keluar dari binatang-binatang
tersebut adalah najis, baik itu kotoran maupun kencingnya.
9.
Hewan
Jalalah (Liar)
Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran unta,
sapi, kamping, ayam, angsa, dan lain-lainnya, sehingga hewan tersebut berubah
baunya.
10.
Khamr
Khamr
menurut jumhur ulama, dihukumi najis.
11.
Wadi
Wadi
adalah cairan kental yang biasanya keluar setelah seseorang selesai dari buang
air kecilnya (kencing). Wadi ini dihukumi najis dan harus disucikan seperti
halnya kencing, tetapi tidak wajib mandi.
12.
Madzi
Madzi
adalah cairan bening sedikit kental yang keluar dari saluran kencing ketika
bercumbu atau nafsu syahwat mulai terangsang. Terkadang tidak merasakan akan
proses keluarnya. Hal itu sama-sama dialami oleh laki-laki dan juga wanita,
akan tetapi jumlahnya lebih banyak.
13.
Kencing
dan Muntah Manusia
Menurut
kesepakatan para ulama, keduanya adalah najis.
14.
Darah
Yang
dimaksud dengan darah di sini adalah haid, pendarahan yang dialami oleh seseorang
wanita yang tengah hamil, nifas maupun darah yang mengalir, misalnya darah yang
mengalir dari hewan yang disembelih.
15.
Mani
Mengenai
mani, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, yang mana sebagian dari
mereka menganggapnya najis. Yang jelas ia tetap suci.
16.
Bangkai
Yang
dimaksud dengan bingkai di sini adalah setiap hewan yang mati tanpa melalui
proses penyembelihan yang disyari’atkan oleh islam dan juga potongan tubuh dari
hewan yang dipotong atau terpotong dalam keadaan masih hidup. Pengecualian
bangkai, diantaranya: Bangkai ikan dan belalang, Bangkai yang tidak memiliki
darah mengalir(semut, lebah), Tulang, tanduk dan bulu bangkai, kesemuanya itu
adalah suci.[4]
C.
Jenis-Jenis Najis
1.
Najis
Mughalladhoh (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur
dengan tanah.
2.
Najis
Mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan
makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najisini sudah memadai dengan
memercikan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir,adapun kencing anak
perempuan yang belum memekan apa-apa selain ASI, kaifiaat mencucinya hendaklah
dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat
najis dan sifat-sifatnya,
3.
Najis
Mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang
tersebut di atas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian :
a.
Najis
hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya , tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan
warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah
hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang
kena itu.
b.
Najis
‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau
bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis
ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
D.
Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar
kotoran, wajib istinja’ dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik,
mula-mula dengan batu atau lainnya, kemudian dengan air. Dalam beristinja’
dengan batu, hendaklah dengan tiga batu (ganjil), atau satu batu bersegi tiga.
Adapun istinja’ menggunakan benda licin seperti kaca tidak disahkan. Demikian
pula dengan benda yang dihormati, seperti makanan (mubazir).
Syarat istinja’ dengan batu dan sejenisnya hendaklah dilakukan
sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain
tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain
selain tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu tetapi wajib
dengan air. [5]
E.
Najis yang dimaafkan
1.
Madzi
dan tetesan air kencing bagi yang hati-hati.
Madzi adalah air yang keluar tidak memancar, dan keluarnya tidak
disertai perasaan enak, tetapi setelah syahwat naik. Wadi adalah air kental
berwarna putih yang keluar setelah buang air kecil.
2.
Madzi
yang sedikit adalah madzi yang tidak membahayakan, begitu juga dengan tetesan
akhir air kencing, dengan syarat sudah berhati-hati sehingga tidak mungkin
dihindari.
3.
Kencing
dan kotoran sedikit pada keledai
Orang yang memelihara keledai, pasti sangat susah menghindari
kotorannya. Makanya, kotoran itu dimaafkan asalkan sudah berhati-hati dan
volumenya sangat sedikit.[6]
F.
Cara Mencuci Benda Yang Terkena Najis
1.
Pakaaian
atau Anggota Badan yang Terkena Najis
Pakaian atau anggota badan yang terkena najis, wajib dicuci dengan
air bersih(air yang suci dan mensucikan), sedemikian rupa sehingga zat najis
itu hilang warnanya, baunya dan rasanya. Jika, setelah cukup dicuci, masih juga
ada sedikit warna atau bau yang sukar dihilangkan, hal itu dimaafkan.
2.
Zat
Najis yang Tidak Tampak
Bila zat najis itu tidak tampak; seperti kencing yang sudah lama
kering, sehingga telah hilang tanda-tandanya atau sifat-sifatnya, cukup
mengalirkan air diatasnya, walaupun hanya satu kali saja.
3.
Bejana
yang Terkena Jilatan Anjing
Bejana (tempat makan, tempat minum atau alat memasak seperti
piring, gelas dan periuk) yang bagian dalamnya terkena jilatan anjing, dibasuh
tujuh kali, yang pertama atau salah satunya dicampur dengan tanah. Boleh juga
menggantikan tanah dengan sabun, atau pembersih lain yang kuat.
Benda-benda
selain bejana, demikian pula anggota badan seseorang atau pakainannya, jika
tersentuh anjing, wajib mencucinya sampai benar-benar bersih, walaupun hanya
satu kali saja jika dengan itu dapat menjadi bersih kembali.
4.
Benda
yang Tersentuh Babi
Untuk menyucikan sesuatu yang tersentuh babi, cukup dengan
membasuhnya satu kali saja dengan air, tanpa tanah, apabila sudah dianggap
cukup bersih kembali(sama seperti najis-najis lainnya).
5.
Cara Menyucikan Kencing
Bayi
Kencing bayi (laki-laki atau perempuan) berusia dibawah dua tahun
dan tidak makan makanan selain air susu manusia (baik dari ibinya sendiri atau
ataupun seorang wanita lainnya), cukup diperciki air bersih diatasnya dan
sedikit lagi dibawahnya.
6.
Tanah
yang Terkena Najis
Untuk menyucikan tanah yang terkena najis, cukup dengan menuangkan
air diatasnya, sehingga meliputi tempat najis tersebut.
7.
Mentega
yang Terkena Najis
Mentega, minyak yang bekudan yang serupa dengan itu, apabila
terkena zat najis(misalnya kejatuhan bangkai cicak dan lainnya) cukup dibuang
bagian yang terkena najis tersebut dan sekitarnya saja. Akan tetapi, jika najis itu menyentuh bahan makanan yang
cair, seperti minyak goreng misalnya, maka semuanya manjadi najis.
8.
Kaca,
Pisau dan Keramik
Untuk membersihkan kaca, pisau, pedang keramik dan segala benda
yang permukaannya licin seperti itu, apabila terkena najis, cukup dengan
mengusapnya sehingga hilang bekas-bekas najis tersebut.
9.
Sepatu
dan Sandal
Bagian bawah sepatu, sandal dan sebagainya, apabila terkena najis,
cukup dibersihkan dengan cara menggosoknya ketanah sehingga hilang zat dari
najisnya.
10.
Tali
Jemuran
Tali jemuran yang pernah digunakan untuk menjemur pakaian yang
terkena najis, dapat dianggap suci kembali jika telah mengering, baik karena
panas matahari atau hembusan angin.
11.
Tetesan
Air yang Meragukan
Apabila seseorang terkena tetesan air atau percikan air yang tidak
jelas najis atau tidaknya, maka tidak wajib menanyakan hal itu dan menyucinya.
Akan tetapi jika ia telah diberitahu oleh orang terpercaya bahwa air itu adalah
najis, maka wajib manyucinya.
12.
Pakaian
yang Terkena Lumpur Jalanan
Pakaian yang terkena lumpur jalanan, tidak harus dicuci walaupun
jalanan tersebut biasanya terkena najis. Kecuali jika ia yakin bahwa yang
mengotorinya itu zat najis.
13.
Melihat
Najis di Pakaian Setelah Selesai Shalat
Jika seseorang telah menyelesaikan shalatnya, lalu melihat najis di
pakaian atau tubuhnya, sedangkan sebelum itu ia tidak mengetahuinya, atau telah
mengetahui tetrapi terlupa maka ia hanya wajib mengulangi shalatnya yang
terakhir saja. Yakni sebelum mengetahui adanya najis tersebut.
14.
Najis
yang Tidak Dikenali Tempatnya
Jika seseorang mengetahui adanya najis pada pakaiannya tetapi kini
ia tidak tahu lagi di bagian manakah najis tersebut, wajiblah ia mencuci
semuanya, karena hanya dengan begitu ia dapat meyakini kesuciannya.
15.
Menyamak
Kulit Bangkai
Kulit bangkai, selain anjing dan babi, dapat menjadi suci setelah
melalui proses penyamakan.
16.
Menggunakan
Alat-Alat Makan-Minum Orang-Orang Non-Muslim
Dirawikan bahwa abu Tsa’labah Al-Khusyani pernah bertanya, “Ya
Rasulullah, adakalanya kami berada di negeri Ahl’l-Kitab. Bolehkah kami makan
dengan menggunakan alat-alat makan-minum mereka?
Jawab
Nabi Saw., “jika ada yang lainnya, sebaiknya tidak menggunakan alat-alat
mereka. Tetapi jika tidak ada, cucilah dan kemudian makanlah”. (HR. Bukhari dan
Muslim).[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Najis
adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri
darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
Benda yang termasuk najis antara
lain : Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia, Darah, Nanah,
Segala benda cair yang keluar dari dua pintu, Arak, Anjing dan Babi dll.
Najis terbagi menjadi tiga yaitu :
Najis Mughalladhoh (tebal), Najis Mukhaffafah (ringan), Najis Mutawassitah
(pertengahan). Dan najis pertengahan terbagi menjadi dua yaitu : Najis hukmiah,
yaitu yang kita yakini adanya. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna,
rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya.
Apabila
keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’
dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu
atau lainnya, kemudian dengan air. Dalam beristinja’ dengan batu, hendaklah
dengan tiga batu (ganjil), atau satu batu bersegi tiga. Adapun istinja’
menggunakan benda licin seperti kaca tidak disahkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Habsyi,
Muhammad Bagir.1999. Fiqih Praktis. Bandung: Penerbit Mizan.
Rasjid,
Sulaiman. 2014. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sa’id,
Adil. 2006. Fiqhun Nisa, Thaharah-Shalat. Jakarta: PT Mizan Publika.
‘Uwaidah,
Syaikh Kamil Muhammad. 2007. Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisaa’(Edisi Indonesia).
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
[1] Adil Sa’id, Fiqhun
Nisa, (Bandung: PT Mizan Logika, 2006), hlm.64-65.
[3] Sulaiman
Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), hlm. 16-20.
[4] Syaikh Kamil
Muhammad ‘Uwaidah. op. cit. hlm. 16-22
[5] Sulaiman
Rasjid, op. cit. hlm.21-22
[6] Adil Sa’id, op.
cit. hlm.82-83
0 comments:
Post a Comment