Friday, 25 September 2015



MAKALAH
 ASBAB AL-NUZUL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Semester Genap Tahun 2015
Dosen pengampu : Ahmad Fauzan S.HI, M.SI


 



1.    Fatchurahman Ali                 (2021114145)
2.    Rio Bagus Santosa                (2021114260)
3.    Iko Murrukibah                     (2021114236)
4.    Afyfah Nur Akhmad             (2021114222)

Kelas:
Pendidikan Agama Islam F



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  (STAIN)
PEKALONGAN
2015

KATA PENGANTAR

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Asbab Al-Nuzul” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Ahmad Fauzan selaku dosen pengampu mata kuliah Ulum Al-Qur’an yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 3 yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
           
            Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
                                                                         

Pekalongan, 21 Pebruari 2015
      
                                                             
Tim Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.       Latar Belakang Permasalahan............................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.       Tujuan Penulisan Masalah............................................................. ....... 2
D.       Manfaat Penulisan Masalah .......................................................... ....... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A.       Pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul ...................... 3
B.       Manfaat Mempelajari Asbab Al-Nuzul................................................. 5
C.       Redaksi Asbab An-Nuzul .................................................................... 5
D.       Macam-Macam Asbab An-Nuzul......................................................... 6
E.        Pengertian “Al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf” ......................        8
F.        Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul .........................................        9
G.       Karya-Karya Tentang Asbab Al-Nuzul ........................................      12
BAB III PENUTUP...................................................................................... 13
A.       Kesimpulan......................................................................................... 13
B.       Saran .............................................................................................      13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................   

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Asbab Al-Nuzul adalah salah satu ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang yang ingin menafsirkan Al-Qur’an Pemahaman terhadapnya merupakan sebuah kemestian, agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat Allah. Pemahaman terhadap ilmu ini juga akan memperkaya dalam menggali mukjizat-mukjizat Al-Qur’an.
Al-Wahidi berkata, “Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa mengetahui kisah dan sebab turunnya.”
Ibnu Daqiqil Ied berkata, “Penjelasan tentang sebab turunnya ayat merupakan cara yang ampuh untuk memahami makna-makna Al-Qu’ran.”
Ibnu Taimiyah berkata, “Penjelasan tentang sebab turunnya ayat membantu memahami kandungan ayat tersebut. Karena dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat mengetahui akibat yang merupakan buah dari sebab tersebut. Beberapa orang dari kalangan salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna-makna ayat Al-Qur’an. Namun ketika mereka mengetahui sebab turunnya ayat tersebut, sirnalah kesulitan yang menghalangi pemahaman mereka.”
Al-Wahidi berkata, “Tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, kecuali dengan periwayatan yang dinukil dari mereka yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab-sebab turunnya, dan meneliti ilmunya.”
Muhammad bin Sirin berkata, “Saya bertanya kepada Abidah tentang sebuah ayat Al-Quran. Lalu dia berkata, “Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar. Saat ini sudah tidak ada lagi orang-orang yang mengetahui pada permasalahan apa saja Al-Qur’an di turunkan.”
Ada juga yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat diketahui oleh para sahabat dengan qarinah-qarinah (indikasi-indikasi) pada berbagai permasalahan yang mengisyaratkan pada sebab turun ayat tersebut. Dan terkadang sebagian mereka tidak dengan tegas mengatakan bahwa suatu permasalahan yang merupakan sebab turunnya suatu ayat. Seperti kata-kata mereka, “Saya kira ayat ini turun pada hal ini.” Ini sebagaimana dikatakan oleh Zubair tentang firman Allah ta’ala,
فَلاَ وَرَبِكَ لاَيُؤْمِنُوْنَ حَتّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَبَينَهُم...
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan..” (an-Nisaa’ : 65)
Al-Hakim dalam kitab Ulumul Hadits berkata, “Jika seorang sahabat yang menyaksikan saat turunnya ayat memberitahukan bahwa ayat Al-Qur’an tersebut turun pada peristiwa tertentu, maka itu adalah sebuah ayat yang musnad.”[1]
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Asbab Al-Nuzul?
2.      Apa Pengertian Ilmu Asbab Al-Nuzul?
3.      Apa Manfaat Mengetahui Asbab Al-Nuzul?
4.      Bagaimana Redaksi (Jalan-Jalan Mengetahui) Asbab Al-Nuzul?
5.      Apa Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul?
C.      Tujuan Penulisan
1.    Memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an yang diampu oleh bapak Ahmad Fauzan, S.HI, M.SI.
2.    Memberikan pengetahuan tentang Asbab Al-Nuzul.
D.      Manfaat Penulisan
1.      Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
2.      Memberi cakrawala baru pada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
3.      Mengetahui faedah (manfaat) mempelajari Asbab Al-Nuzul.
4.      Mengetahui Redaksi Asbab Al-Nuzul.
5.      Mengetahui Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul
1.     Pengertian Asbab al-Nuzul
Asbab adalah bentuk plural (jama’) dari kata sabab yang dalam bahasa Indonesia biasa diartikan: sebab, alasan, motif, latar belakang dan lain-lain. Jadi asbab al-nuzul adalah sebab-sebab turun, alasan-alasan turun, motif atau latar belakang turunnya ayat al-Qur’an.
Secara terminologi, Asbab al-nuzul adalah Sesuatu peristiwa yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat al-Qur’an, yang pembicaraannya berkaitan erat dengan peristiwa tersebut atau sebagai penjelas mengenai sesuatu hukum pada saat peristiwa itu terjadi. Yaitu, suatu kasus yang terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. atau suatu permasalahan yang disodorkan kepada beliau untuk diselesaikan, lalu turunlah ayat Al-Qur’an dalam rangka menjelaskan peristiwa tersebut atau menjawab persoalan yang disodorkan itu, baik peristiwa itu dalam bentuk perselisihan, kesalahan serius, harapan, maupun pertanyaan yang secara langsung ditanyakan kepada Nabi s.a.w. berkaitan dengan peristiwa masa lampau, yang sedang terjadi atau peristiwa yang bakal terjadi. (Muhammad ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqaniy).
Definisi asbab al-nuzul sebagaimana dikemukakan diatas mengesankan pengertian terhadap pembagian ayat-ayat al-Quran menjadi dua kelompok besar yaitu; Pertama, kelompok ayat al-Quran yang diturunkan tanpa sebab. Kedua, kelompok ayat yang diturunkan karena sesuatu sebab tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an mempunyai sebab nuzul.
Dalam kaitan ini, perlu dikemukakan, bahwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an yang didahului oleh suatu kasus tidak selalu pada saat berlangsungnya peristiwa itu atau langsung mengiringi terjadinya suatu peristiwa, akan tetapi ada kalanya ditangguhkan sampai berpuluh-puluh hari. Hal ini dapat dilihat di antaranya pada kasus turunnya firman Allah surah al-Kahfi (18): 23-26 yang berkaitan dengan pertanyaan orang-orang Quraisiy mengenai penduduk gua.[2]
Waktu proses penurunan Al-Qur’an (ayyama wuqu’ihi), menjadi syarat mutlak dalam menjelaskan asbab al-nuzul. Kata ini pula yang membedakan antara asbab al-nuzul dengan berita atau peristiwa masa lalu. Karena itu, ulama mengkritik habis pernyataan al-Wahidi yang mengatakan bahwa sebab nuzul surah Al-Fil adalah kisah penyerangan Ka’bah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh raja Habasyah. Pasukan gajah sama sekali tidak termasuk dalam sebab nuzul surah Al-Fil, tapi ia adalah berita tentang peristiwa masa lalu. Karena penyerangan pasukan gajah itu terjadi jauh sebelum proses penurunan Al-Qur’an.
Yang perlu dipertegas dalam konteks ini pula adalah bahwa tidak semua ayat atau surah Al-Qur’an diturunkan beriringan dengan sebab nuzul. Tapi sebagian besar Al-Qur’an justru diturunkan tanpa sebab nuzul. Diantaranya adalah ayat-ayat tentang kisah para Nabi dan Rasul terdahulu, cerita umat atau peristiwa masa lalu, berita tentang hal-hal gaib masa depan, penjelasan kondisi hari kiamat, cerita surga neraka, penciptaan Adam, peristiwa Adam dan Iblis, kisah dua anak Nabi Adam dan lainnya. Dengan demikian, tidak semua isi Al-Qur’an memiliki sebab nuzul, justru sebagian tidak memilikinya.[3]
2.      Pengertian Ilmu Asbab Al-Nuzul
Ilmu asbab al-nuzul adalah Ilmu yang dengannya diketahui sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an, yang hanya dapat diperoleh melalui riwayat para shahabat, baik dialaminya secara langsung bersama-sama dengan Rasulullah s.a.w. sendiri atau yang diterimanya dari shahabat lain yang menghadiri peristiwa yang menjadi sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat kepada Rasulullah s.a.w. [4]
B.     Faedah-Faedah Mengetahui Asbab Al-Nuzul
a.       Mengetahui hukum Allah secara tertentu terhadap apa yang disyaratkanNya.
b.      Mengetahui hikmah dibalik pensyariatan sebuah hukum.
c.       Menjadi penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan kemusykilan-kemusykilan disekitar ayat itu.
Al Imam Ibn Taimiyah berkata : “Mengetahui sebab nuzul membantu kita dalam memahami makna ayat, karena sudah terang diketahui, bahwa mengetahui sebab menghasilkan ilmu tentang musabbab. Sebaliknya mengetahui sebab, menimbulkan kesamaran dan kemusykilan dan menempatkan nash-nash yang dhahir di tempat musytarak. Lantaran itu terjadilah ikhtilaf”.
C.    Jalan-Jalan Mengetahui Asbab Al-Nuzul
Jalan mengetahui sebab nuzul ialah : “Riwayat dan penjelasan dari orang yang turut menyaksikan suasana turut menyaksikan suasana turun ayat”. Adapun lafadh-lafadh yang dipergunakan para ulama untuk menerangkan sebab nuzul, ialah : tegas, jelas (sharih) disebut, sababu nuzuli al-ayah kadza “sebab turun ayat ini adalah...”, atau dikatakan dibelakang sesuatu riwayat “maka turunlah ayat ini” umpamanya : Beberapa orang dari Bani Tamim meperolok-olokkan Bilal, maka turunlah “Ya Aiyuhal ladzina amanu la yaskhar qaumun.” Juga dapat kita pahamkan sebab nuzul ayat itu apabila diriwayatkan setelah Nabi menerima suatu pertanyaan. Tetapi perkataan para mufassir nuzilat hadzihi alayah fi kadza “ayat ini diturunkan berkenaan dengan persoalan ini” atau “ayat ini turun pada ...” demikian, tidak tegas (ghair sharih) menunjuk kepada sebab.
Tetang sebab-sebab turun ayat ini telah diperhatikan dan diselidiki benar-benar oleh sebahagian para mufassirin. Mereka telah menyusun beberapa banyak kitab yang menerangkan sebab-sebab turun ayat. Para mufassirin memandang, bahwa sebab-sebab turun ayat itu adalah azas bagi memahamkan ayat Al-Qur’an.

D.    Macam-Macam Asbab Al-Nuzul dan Contoh-Contohnya
Dari segi bentuknya, “asbab al-nuzul” dapat dibagi dua yaitu:
1.    Bentuk Peristiwa
2.    Bentuk Pertanyaan
a.         Contoh ayat yang diturunkan pada suatu peristiwa/ kejadian.
Rasul s.a.w pada suatu ketika mengutus Martsad Al Ghanamy pergi ke Makkah untuk menjemput kaum Islam yang lemah-lemah yang masih tinggal bermukim disana. Maka martsad dijumpai oleh seorang perempuan musyrikin yang sangat cantik dan hartawan, masih, yang jatuh cinta kepadanya. Perempuan itu mengajak melakukan pekerjaan zina. Karena Martsad pada ketika itu telah menjadi seorang Islam yang sangat kokoh imannya, maka permintaan itu sudah tentu ditolaknya. Martsad tiada mau menuruti hajat perempuan itu karena berlawanan dengan kehendak syara’. Kemudian, karena perempuan itu telah sangat jatuh cinta kepada Martsad, maka ia meminta maaf agar Martsad sudi mengawininya dan sudi menjadi suaminya. Permintaan ini diterima oleh Martsad, tetapi setelah mendapat keizinan dari Rasulullah. Ketika Martsad telah sampai kembali ke Madinah ia ceritakan peristiwa itu dan memohon keizinan Rasulullah  untuk beristeri dengan perempuan yang mencintainya. Padakala itu turunlah ayat :
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah : 221).
b.      Contoh ayat yang diturunkan sesudah pertanyaan.
Ayat yang diturunkan sesudah ada pertanyaan ialah seperti: Firman Allah dalam Al-Quran sesudah orang menanya kepada Rasul tentang hal arak dan judi :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (al-baqarah ayat 219).
Demikianlah contoh-contoh ayat-ayat hukum yang turunnya didahului oleh suatu kejadian atau oleh suatu sebab atau oleh suatu pertanyaan. Sedikit benar ayat-ayat hukum yang tiada disebut sebab-sebab turunnya oleh para mufassirin. Dalam pada itu harus dimaklumi, bahwa tiadalah tiap-tiap sebab yang diterangkan para mufassirin itu, boleh kita terima, karena diantaranya ada juga yang tiada shahih dan tiada kuat asal beritanya.


E.     Pengertian “Al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf”
Orang arab pada masa jahiliyah mempunyai beberapa bahasa yakni mempuyai beberapa macam ejaan, beberapa macam bunyi menyebut kalimat; mempunyai perlainan istilah dan cara, walaupun bahasa yang dipergunakan mereka, bahasa golongan Quraisy. Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy yang dikagumi segenap bangsa Arab yang bermacam-macam qabilahnya. Dan diturunkan juga Al Qur-an dengan memakai kalimat-kalimat bahasa yang selain dari bahasa Quraisy yang juga masyhur dalam masyarakat ‘Arab agar mudah bagi qabilah-qabilah itu membaca Al Qur’an dan menyebutnya. Bahasa Arab yang masyhur pada masa itu ada tujuh macam.
Al Qur-an itu diturunkan dengan tujuh bahasa Arab. akan tetapi bahasa yang selain dari lughat Quraisy, sesudah islam teguh pendiriannya, tiada kuat lagi berhadapan dengan bahasa Quraisy; tidak dapat menandinginya. Karena itu bahasa Quraisy sendirilah yang menjadi bahasa resmi; bahasa agama dan politik. Maka dikala khalifah Utsman menyuruh menyalin shuhuf Al-Qur’an ke dalam mushhaf, beliaupun meyuruh menyalin dan menulisnya dengan memakai bahasa Quraisy saja. Beliau berlaku dan bertindak sedemikian, selain dari karena bahasa Quraisy itu telah mempengaruhi segala lughat qabilah-qabilah Arab itu, adalah karena demikian pula dapat dihapus perselisihan-perselisihan yang mungkin terjadi lantaran menyebut dan membaca itu.
Pekerjaan Utsman itu dibenarkan oleh segala sahabat. Mushaf yang kita umat Islam pegang sekarang ini, itulah mushaf yang ditulis atas perintah Utsman, yang ditulis dengan bahasa Quraisy, tidak bercampur dengan bahasa qabilah lain-lain lagi.
Sebagian ulama berpendapat, bahwa dimaksudkan dengan yang demikian, ialah perlainan qiraat, perbedaan bacaan yang disebabkan oleh karena sebahagian memendekkan, sebahagian memanjangakan, sebahagaian membersihkan, sebahagian mematikan dan perbedaan bunyi baris.[5]
F.     Mengapa Asbab Al-Nuzul Diperlukan Dalam Memahami Al-Quran?
Asbab Al-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Quran, Az-Zarqani dan As-Suyuti mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui Asbab Al-nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Quran dengan meletakkannnya ke dalam konteks historis sama dengan membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Pendapat seperti ini tidaklah berdasar karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’an diluar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab al-nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam satu statemennya, Ibnu Taimiyah mengatakan, “Asbab al-nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi Al-Qur’an.
Ungkapan senada dikemukakan oleh ibnu Daqiq Al-‘ied dalam pernyataannya, “Penjelasan terhadap asbab al-nuzul merupakan metode yang kondusif menginterpretasikan makna-makna Al-Qur’an.
Bahkan, Al-Wahidi menyatakan ketidakmungkinan untuk menginterpretasikan Al-Qur’an tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan asbab al-nuzul.
Urgensi pengetahuan asbab al-nuzul dalam memahami Al-Qur’an yang diperlihatkan oleh para ulama salaf mendapat dukungan dari para ulama khalaf. Menarik untuk dikaji adalah pendapat Fatur Rahman yang menggambarkan Al-Qur’an sebagai puncak dari sebuah gunung es. Sembilan persepuluh dari bagiannya terendam dibawah perairan sejarah dan hanya sepersepuluhnya yang hanya dapat dilihat. Rahman lebih lanjut menegaskan bahwa sebahagian besar ayat Al-Qur’an sebenarnya mensyaratkan perlunya pemahaman terhadap situasi-situasi historis  yang khusus, yang memperoleh solusi, komentar dan tanggapan dari Al-Qur’an. Uraian Rahman ini secara eksplisit mengisyaratkan pentingnya asbab al-nuzul dalam memahami Al-Qur’an.
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Quran, yaitu sebagai berikaut.
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Quran. Umpamanya dalam surat Al-Baqarah ayat 115 dinyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap ke arah mana saja sesuai dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi, setelah melihat asbab al-nuzul-nya interpretasi tersebut keliru sebab ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang sedang berada dalam perjalanan dan melakukan shalat diatas kendaraan, atau berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Umpamanya dalam surat Al-An’am ayat 145 dikatakan:
Artinya: “Katakanlah, “tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin memakainya, kecuali kalau makanan itu (berupa) bangkai, darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang disembelih bukan atas nama Allah.”
Menurut Asy-Syafi’i pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat diatas, Asy-Syafi’i menggunakan alat bantu asbab al-nuzul. Ayat ini menurutnya, diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu, kecuali yang telah mereka halalkan sendiri. Karena mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah merupakan kebiasaan orang-orang kafir, terutama orang yahudi, maka turunlah ayat di atas.
3.    Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus (khusus as-sabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafdz). Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan surat Al-Mujadalah, yang turun berkenaan dengan Aus Ibnu Samit yang menzihar istrinya (Khaulah Binti Hakim Ibnu Tsa’labah), hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar yang berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan analogi (qiyas).
4.    Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan yang menunjuk Abdul Ar-Rahman Ibnu Abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat: “Dan orang yang mengatakan kepada orang tuanya”Cis kamu berdua ... “(Al-Ahqaf 17). Untuk meluruskan persoalan, ‘Aisyah berkata kepada Marwan, “Demi Allah, bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup untuk menyebutkan siapa orang yang sebenarnya.”
5.    Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab akibat (musabbab), hukum, peristiwa dan pelaku, masa dan tempat merupakan satu jalinan yang dapat mengikat hati.
Taufiq Adnan Amal dan Syamsul Rizal panggabean menyatakan bahwa pemahaman terhadap konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan beberapa manfaat praktis sebagai berikut: Pertama, pemahaman itu memudahkan kita mengidentifikasi gejala-gejala moral dan sosial di masyarakat Arab ketika itu, sikap Al-Qur’an terhadapnya, dan cara Al-Qur’an memodifikasi atau mentransformasi gejala itu hingga sejalan dengan pandangan Al-Qur’an. Kedua, kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam mengidentifikasi dan menangani problem-problem yang mereka hadapi. Ketiga, Pemahaman tentang konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an dapat menghindarkan kita dari praktek-praktek paksaan prakonsepsi dalam penafsiran.[6]

G.      Karya-karya tentang Asbab Al-Nuzul
Menurut Nuruddin ‘Itr, orang pertama yang membuat buku tentang asbab al-nuzul adalah gurunya Imam Bukhari, Imam Ali bin Abdullah al-Madini (w.234 H). Kemudian setelah itu diikuti para ulama lainnya di antara yang paling terkenal adalah:
1.      Kitab Asbab an-Nuzul karya Abu al-Husain Ali bin Ahmad an-Naisaburi, yang mansyur dengan sebutan al-Wahidi (w.427 H). Kitab ini melansir riwayat-riwayat tentang asbab al-nuzul lengkap dengan sanadnya. Kendati demikian kitab ini juga tetap harus dikritisi sebab ada beberapa riwayat yang tidak meyebutkan sanadnya secara lengkap.
2.      Kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul karya Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuti (w.911 H). Kitab ini berbicara tentang riwayat-riwayat asbab al-nuzul tapi tidak dilengkapi dengan sanadnya. Karena itu, pembaca harus teliti dan kritis pada saat membaca kitab ini.[7]



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Asbab al-nuzul adalah Suatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat, atau pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan sesuatu hukum yang diturunkan pada saat terjadinya suatu peristiwa. Ilmu asbab al-nuzul adalah Ilmu yang dengannya diketahui sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat al-Quran, yang hanya dapat diperoleh melalui riwayat para shahabat, baik dialaminya secara langsung bersama-sama dengan Rasulullah s.a.w. sendiri atau yang diterimanya dari shahabat lain yang menghadiri peristiwa yang menjadi sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat kepada Rasulullah s.a.w.
Manfaat mengetahui asbab al-nuzul adalah untuk mengetahui hukum Allah secara tertentu terhadap apa yang disyaratkanNya, mengetahui hikmah dibalik pensyariatan sebuah hukum, menjadi penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan kemusykilan-kemusykilan disekitar ayat itu.
Redaksi sebab turunnya Al-Qur’an ada dua yaitu sharih dan ghoiru sharih. Diungkapkan dengan jelas (sharih) seperti : sababu nuzuli al-ayah kadza “sebab turun ayat ini adalah...”. kemudian yang diungkapkan dengan tidak jelas (ghairu sharih) contohnya adalah perkataan perawi: nuzilat hadzihi alayah fi kadza “ayat ini diturunkan berkenaan dengan persoalan ini”
Macam asbab al-nuzul ditinjau dari latar belakangnya  ada dua yaitu: pertama, ada suatu kejadian lalu turunnya ayat yang menjelaskan kejadian tersebut. Kedua, ada yang bertanya kepada Nabi Saw. tentang sesuatu, lalu turunlah ayat yang menjelaskan/menjawab pertanyaan yang disampaikan kepada Nabi Saw.
B.     Saran
Al-Quran adalah petunjuk untuk semua manusia, Bukan untuk orang islam saja. Mempelajari Al-Quran dan  mengerti sebab-sebab turunnya adalah salah satu langkah untuk mendalaminya. 



DAFTAR PUSTAKA

Anshori. 2013. Ulumul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan.  Jakarta. PT Rajawali Press

Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia

Ash-Shiddieqy, Habsyi. 2008. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang

As-Suyuthi, Jalaluddin. 2008. Terjemah Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani

Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Penerbit Teras




 



[1] Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Quran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 9-10
[2] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hlm.103-107
[3] Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT Rajawali Press, 2013), hlm. 101-102
[4] Op Cit., hlm. 108-109
[5] Habsyi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 2008), hlm. 78-81
[6] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 118-121
[7] Loc Cit., hlm. 116
 


 

0 comments:

Post a Comment