MAKALAH
ASBAB AL-NUZUL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an
Semester Genap Tahun 2015
Dosen pengampu : Ahmad Fauzan S.HI, M.SI
1. Fatchurahman Ali (2021114145)
2. Rio Bagus Santosa (2021114260)
3. Iko Murrukibah (2021114236)
4. Afyfah Nur Akhmad (2021114222)
Kelas:
Pendidikan
Agama Islam F
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Asbab Al-Nuzul” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator
terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada bapak Ahmad Fauzan selaku dosen pengampu mata kuliah Ulum Al-Qur’an yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua
yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 3
yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya
penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan
pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Pekalongan, 21 Pebruari
2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Permasalahan............................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan Masalah............................................................. ....... 2
D. Manfaat Penulisan Masalah .......................................................... ....... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab
Al-Nuzul ...................... 3
B. Manfaat Mempelajari Asbab Al-Nuzul................................................. 5
C. Redaksi Asbab An-Nuzul .................................................................... 5
D. Macam-Macam Asbab An-Nuzul......................................................... 6
E.
Pengertian “Al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf” ...................... 8
F.
Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul ......................................... 9
G. Karya-Karya
Tentang Asbab Al-Nuzul ........................................ 12
BAB
III PENUTUP...................................................................................... 13
A. Kesimpulan......................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Asbab Al-Nuzul
adalah salah satu ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang yang ingin
menafsirkan Al-Qur’an Pemahaman terhadapnya merupakan sebuah kemestian, agar
tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat Allah. Pemahaman terhadap
ilmu ini juga akan memperkaya dalam menggali mukjizat-mukjizat Al-Qur’an.
Al-Wahidi
berkata, “Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa mengetahui
kisah dan sebab turunnya.”
Ibnu Daqiqil
Ied berkata, “Penjelasan tentang sebab turunnya ayat merupakan cara yang ampuh
untuk memahami makna-makna Al-Qu’ran.”
Ibnu Taimiyah
berkata, “Penjelasan tentang sebab turunnya ayat membantu memahami kandungan
ayat tersebut. Karena dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat
mengetahui akibat yang merupakan buah dari sebab tersebut. Beberapa orang dari
kalangan salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna-makna ayat
Al-Qur’an. Namun ketika mereka mengetahui sebab turunnya ayat tersebut,
sirnalah kesulitan yang menghalangi pemahaman mereka.”
Al-Wahidi
berkata, “Tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an,
kecuali dengan periwayatan yang dinukil dari mereka yang menyaksikan saat
turunnya ayat, mengetahui sebab-sebab turunnya, dan meneliti ilmunya.”
Muhammad bin
Sirin berkata, “Saya bertanya kepada Abidah tentang sebuah ayat Al-Quran. Lalu
dia berkata, “Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar. Saat ini
sudah tidak ada lagi orang-orang yang mengetahui pada permasalahan apa saja
Al-Qur’an di turunkan.”
Ada juga yang
mengatakan bahwa sebab turunnya ayat diketahui oleh para sahabat dengan qarinah-qarinah
(indikasi-indikasi) pada berbagai permasalahan yang mengisyaratkan pada sebab
turun ayat tersebut. Dan terkadang sebagian mereka tidak dengan tegas
mengatakan bahwa suatu permasalahan yang merupakan sebab turunnya suatu ayat.
Seperti kata-kata mereka, “Saya kira ayat ini turun pada hal ini.” Ini
sebagaimana dikatakan oleh Zubair tentang firman Allah ta’ala,
فَلاَ وَرَبِكَ لاَيُؤْمِنُوْنَ حَتّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا
شَجَرَبَينَهُم...
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum
mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan..” (an-Nisaa’ : 65)
Al-Hakim dalam kitab Ulumul Hadits berkata, “Jika seorang
sahabat yang menyaksikan saat turunnya ayat memberitahukan bahwa ayat Al-Qur’an
tersebut turun pada peristiwa tertentu, maka itu adalah sebuah ayat yang
musnad.”[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Asbab Al-Nuzul?
2.
Apa Pengertian Ilmu Asbab Al-Nuzul?
3.
Apa Manfaat Mengetahui Asbab Al-Nuzul?
4.
Bagaimana Redaksi (Jalan-Jalan Mengetahui) Asbab Al-Nuzul?
5.
Apa Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an yang diampu oleh bapak Ahmad
Fauzan, S.HI, M.SI.
2.
Memberikan pengetahuan tentang Asbab Al-Nuzul.
D.
Manfaat Penulisan
1.
Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
2.
Memberi cakrawala baru pada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
3.
Mengetahui faedah (manfaat) mempelajari Asbab Al-Nuzul.
4.
Mengetahui Redaksi Asbab Al-Nuzul.
5.
Mengetahui Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbab Al-Nuzul dan Ilmu Asbab Al-Nuzul
1.
Pengertian Asbab al-Nuzul
Asbab adalah bentuk plural
(jama’) dari kata sabab yang dalam bahasa Indonesia biasa
diartikan: sebab, alasan, motif, latar belakang dan lain-lain. Jadi asbab
al-nuzul adalah sebab-sebab turun, alasan-alasan turun, motif atau latar
belakang turunnya ayat al-Qur’an.
Secara terminologi, Asbab al-nuzul adalah Sesuatu peristiwa
yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat al-Qur’an, yang
pembicaraannya berkaitan erat dengan peristiwa tersebut atau sebagai penjelas
mengenai sesuatu hukum pada saat peristiwa itu terjadi. Yaitu, suatu kasus yang
terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. atau suatu permasalahan yang disodorkan
kepada beliau untuk diselesaikan, lalu turunlah ayat Al-Qur’an dalam rangka
menjelaskan peristiwa tersebut atau menjawab persoalan yang disodorkan itu,
baik peristiwa itu dalam bentuk perselisihan, kesalahan serius, harapan, maupun
pertanyaan yang secara langsung ditanyakan kepada Nabi s.a.w. berkaitan dengan
peristiwa masa lampau, yang sedang terjadi atau peristiwa yang bakal terjadi.
(Muhammad ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqaniy).
Definisi asbab al-nuzul sebagaimana dikemukakan diatas
mengesankan pengertian terhadap pembagian ayat-ayat al-Quran menjadi dua
kelompok besar yaitu; Pertama, kelompok ayat al-Quran yang
diturunkan tanpa sebab. Kedua, kelompok ayat yang diturunkan karena
sesuatu sebab tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa tidak semua
ayat Al-Qur’an mempunyai sebab nuzul.
Dalam kaitan ini, perlu dikemukakan, bahwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
yang didahului oleh suatu kasus tidak selalu pada saat berlangsungnya peristiwa
itu atau langsung mengiringi terjadinya suatu peristiwa, akan tetapi ada
kalanya ditangguhkan sampai berpuluh-puluh hari. Hal ini dapat dilihat di
antaranya pada kasus turunnya firman Allah surah al-Kahfi (18): 23-26 yang
berkaitan dengan pertanyaan orang-orang Quraisiy mengenai penduduk gua.[2]
Waktu proses penurunan Al-Qur’an (ayyama wuqu’ihi), menjadi
syarat mutlak dalam menjelaskan asbab al-nuzul. Kata ini pula yang
membedakan antara asbab al-nuzul dengan berita atau peristiwa masa lalu. Karena
itu, ulama mengkritik habis pernyataan al-Wahidi yang mengatakan bahwa sebab
nuzul surah Al-Fil adalah kisah penyerangan Ka’bah oleh pasukan gajah yang
dipimpin oleh raja Habasyah. Pasukan gajah sama sekali tidak termasuk dalam
sebab nuzul surah Al-Fil, tapi ia adalah berita tentang peristiwa masa lalu.
Karena penyerangan pasukan gajah itu terjadi jauh sebelum proses penurunan Al-Qur’an.
Yang perlu dipertegas dalam konteks ini pula adalah bahwa tidak semua
ayat atau surah Al-Qur’an diturunkan beriringan dengan sebab nuzul. Tapi
sebagian besar Al-Qur’an justru diturunkan tanpa sebab nuzul. Diantaranya adalah
ayat-ayat tentang kisah para Nabi dan Rasul terdahulu, cerita umat atau
peristiwa masa lalu, berita tentang hal-hal gaib masa depan, penjelasan kondisi
hari kiamat, cerita surga neraka, penciptaan Adam, peristiwa Adam dan Iblis,
kisah dua anak Nabi Adam dan lainnya. Dengan demikian, tidak semua isi
Al-Qur’an memiliki sebab nuzul, justru sebagian tidak memilikinya.[3]
2.
Pengertian Ilmu Asbab Al-Nuzul
Ilmu asbab al-nuzul adalah Ilmu yang dengannya diketahui
sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an, yang hanya dapat
diperoleh melalui riwayat para shahabat, baik dialaminya secara langsung
bersama-sama dengan Rasulullah s.a.w. sendiri atau yang diterimanya dari
shahabat lain yang menghadiri peristiwa yang menjadi sebab turunnya sesuatu
ayat atau beberapa ayat kepada Rasulullah s.a.w. [4]
B.
Faedah-Faedah Mengetahui Asbab Al-Nuzul
a.
Mengetahui hukum Allah secara tertentu terhadap apa yang
disyaratkanNya.
b.
Mengetahui hikmah dibalik pensyariatan sebuah hukum.
c.
Menjadi penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan
kemusykilan-kemusykilan disekitar ayat itu.
Al Imam Ibn Taimiyah berkata : “Mengetahui sebab nuzul membantu
kita dalam memahami makna ayat, karena sudah terang diketahui, bahwa mengetahui
sebab menghasilkan ilmu tentang musabbab. Sebaliknya mengetahui sebab,
menimbulkan kesamaran dan kemusykilan dan menempatkan nash-nash yang dhahir di
tempat musytarak. Lantaran itu terjadilah ikhtilaf”.
C.
Jalan-Jalan Mengetahui Asbab Al-Nuzul
Jalan mengetahui
sebab nuzul ialah : “Riwayat dan penjelasan dari orang yang turut menyaksikan
suasana turut menyaksikan suasana turun ayat”. Adapun lafadh-lafadh yang
dipergunakan para ulama untuk menerangkan sebab nuzul, ialah : tegas, jelas (sharih)
disebut, sababu nuzuli al-ayah kadza “sebab turun ayat ini adalah...”,
atau dikatakan dibelakang sesuatu riwayat “maka turunlah ayat ini” umpamanya :
Beberapa orang dari Bani Tamim meperolok-olokkan Bilal, maka turunlah “Ya Aiyuhal
ladzina amanu la yaskhar qaumun.” Juga dapat kita pahamkan sebab nuzul ayat
itu apabila diriwayatkan setelah Nabi menerima suatu pertanyaan. Tetapi
perkataan para mufassir nuzilat hadzihi alayah fi kadza “ayat ini
diturunkan berkenaan dengan persoalan ini” atau “ayat ini turun pada ...” demikian,
tidak tegas (ghair sharih) menunjuk kepada sebab.
Tetang
sebab-sebab turun ayat ini telah diperhatikan dan diselidiki benar-benar oleh
sebahagian para mufassirin. Mereka telah menyusun beberapa banyak kitab yang
menerangkan sebab-sebab turun ayat. Para mufassirin memandang, bahwa
sebab-sebab turun ayat itu adalah azas bagi memahamkan ayat Al-Qur’an.
D.
Macam-Macam Asbab Al-Nuzul dan Contoh-Contohnya
Dari segi
bentuknya, “asbab al-nuzul” dapat dibagi dua yaitu:
1.
Bentuk Peristiwa
2.
Bentuk Pertanyaan
a.
Contoh ayat yang diturunkan pada suatu peristiwa/ kejadian.
Rasul s.a.w pada suatu ketika mengutus Martsad Al Ghanamy pergi
ke Makkah untuk menjemput kaum Islam yang lemah-lemah yang masih tinggal
bermukim disana. Maka martsad dijumpai oleh seorang perempuan musyrikin yang
sangat cantik dan hartawan, masih, yang jatuh cinta kepadanya. Perempuan itu
mengajak melakukan pekerjaan zina. Karena Martsad pada ketika itu telah menjadi
seorang Islam yang sangat kokoh imannya, maka permintaan itu sudah tentu
ditolaknya. Martsad tiada mau menuruti hajat perempuan itu karena berlawanan
dengan kehendak syara’. Kemudian, karena perempuan itu telah sangat jatuh cinta
kepada Martsad, maka ia meminta maaf agar Martsad sudi mengawininya dan sudi
menjadi suaminya. Permintaan ini diterima oleh Martsad, tetapi setelah mendapat
keizinan dari Rasulullah. Ketika Martsad telah sampai kembali ke Madinah ia
ceritakan peristiwa itu dan memohon keizinan Rasulullah untuk beristeri dengan perempuan yang
mencintainya. Padakala itu turunlah ayat :
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran."
(QS. Al-Baqarah : 221).
b.
Contoh ayat yang diturunkan sesudah pertanyaan.
Ayat yang diturunkan sesudah ada pertanyaan ialah seperti: Firman
Allah dalam Al-Quran sesudah orang menanya kepada Rasul tentang hal arak dan
judi :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (al-baqarah ayat 219).
Demikianlah contoh-contoh ayat-ayat hukum yang turunnya didahului
oleh suatu kejadian atau oleh suatu sebab atau oleh suatu pertanyaan. Sedikit
benar ayat-ayat hukum yang tiada disebut sebab-sebab turunnya oleh para
mufassirin. Dalam pada itu harus dimaklumi, bahwa tiadalah tiap-tiap sebab yang
diterangkan para mufassirin itu, boleh kita terima, karena diantaranya ada juga
yang tiada shahih dan tiada kuat asal beritanya.
E.
Pengertian “Al-Qur’an diturunkan dalam 7 huruf”
Orang arab pada
masa jahiliyah mempunyai beberapa bahasa yakni mempuyai beberapa macam ejaan,
beberapa macam bunyi menyebut kalimat; mempunyai perlainan istilah dan cara,
walaupun bahasa yang dipergunakan mereka, bahasa golongan Quraisy. Al Qur’an
diturunkan dalam bahasa Quraisy yang dikagumi segenap bangsa Arab yang bermacam-macam
qabilahnya. Dan diturunkan juga Al Qur-an dengan memakai kalimat-kalimat bahasa
yang selain dari bahasa Quraisy yang juga masyhur dalam masyarakat ‘Arab agar
mudah bagi qabilah-qabilah itu membaca Al Qur’an dan menyebutnya. Bahasa Arab
yang masyhur pada masa itu ada tujuh macam.
Al Qur-an itu
diturunkan dengan tujuh bahasa Arab. akan tetapi bahasa yang selain dari lughat
Quraisy, sesudah islam teguh pendiriannya, tiada kuat lagi berhadapan dengan
bahasa Quraisy; tidak dapat menandinginya. Karena itu bahasa Quraisy sendirilah
yang menjadi bahasa resmi; bahasa agama dan politik. Maka dikala khalifah
Utsman menyuruh menyalin shuhuf Al-Qur’an ke dalam mushhaf, beliaupun
meyuruh menyalin dan menulisnya dengan memakai bahasa Quraisy saja. Beliau
berlaku dan bertindak sedemikian, selain dari karena bahasa Quraisy itu telah
mempengaruhi segala lughat qabilah-qabilah Arab itu, adalah karena demikian
pula dapat dihapus perselisihan-perselisihan yang mungkin terjadi lantaran
menyebut dan membaca itu.
Pekerjaan
Utsman itu dibenarkan oleh segala sahabat. Mushaf yang kita umat Islam pegang
sekarang ini, itulah mushaf yang ditulis atas perintah Utsman, yang ditulis
dengan bahasa Quraisy, tidak bercampur dengan bahasa qabilah lain-lain lagi.
Sebagian ulama
berpendapat, bahwa dimaksudkan dengan yang demikian, ialah perlainan qiraat,
perbedaan bacaan yang disebabkan oleh karena sebahagian memendekkan, sebahagian
memanjangakan, sebahagaian membersihkan, sebahagian mematikan dan perbedaan
bunyi baris.[5]
F.
Mengapa Asbab Al-Nuzul Diperlukan Dalam Memahami Al-Quran?
Asbab Al-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya ayat Al-Quran, Az-Zarqani dan As-Suyuti mensinyalir adanya kalangan
yang berpendapat bahwa mengetahui Asbab Al-nuzul merupakan hal yang sia-sia
dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Quran
dengan meletakkannnya ke dalam konteks historis sama dengan membatasi pesan-pesannya
pada ruang dan waktu tertentu. Pendapat seperti ini tidaklah berdasar karena
tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’an diluar masa dan tempat
pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an
dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan
yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab al-nuzul merupakan satu hal yang
signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam satu statemennya, Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Asbab al-nuzul sangat menolong dalam menginterpretasi
Al-Qur’an.
Ungkapan senada dikemukakan oleh ibnu Daqiq Al-‘ied dalam
pernyataannya, “Penjelasan terhadap asbab al-nuzul merupakan metode yang
kondusif menginterpretasikan makna-makna Al-Qur’an.
Bahkan, Al-Wahidi menyatakan ketidakmungkinan untuk
menginterpretasikan Al-Qur’an tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan asbab al-nuzul.
Urgensi pengetahuan asbab al-nuzul dalam memahami Al-Qur’an yang
diperlihatkan oleh para ulama salaf mendapat dukungan dari para ulama khalaf. Menarik
untuk dikaji adalah pendapat Fatur Rahman yang menggambarkan Al-Qur’an sebagai
puncak dari sebuah gunung es. Sembilan persepuluh dari bagiannya terendam
dibawah perairan sejarah dan hanya sepersepuluhnya yang hanya dapat dilihat.
Rahman lebih lanjut menegaskan bahwa sebahagian besar ayat Al-Qur’an sebenarnya
mensyaratkan perlunya pemahaman terhadap situasi-situasi historis yang khusus, yang memperoleh solusi, komentar
dan tanggapan dari Al-Qur’an. Uraian Rahman ini secara eksplisit mengisyaratkan
pentingnya asbab al-nuzul dalam memahami Al-Qur’an.
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani mengemukakan urgensi
asbab an-nuzul dalam memahami Al-Quran, yaitu sebagai berikaut.
1.
Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam
menangkap pesan ayat-ayat Al-Quran. Umpamanya dalam surat Al-Baqarah ayat 115
dinyatakan bahwa Timur dan Barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat,
dengan melihat zahir ayat diatas, seseorang boleh menghadap ke arah mana saja
sesuai dengan kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban untuk
menghadap kiblat ketika shalat. Akan tetapi, setelah melihat asbab al-nuzul-nya
interpretasi tersebut keliru sebab ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang
sedang berada dalam perjalanan dan melakukan shalat diatas kendaraan, atau
berkaitan dengan orang yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.
2.
Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Umpamanya
dalam surat Al-An’am ayat 145 dikatakan:
Artinya: “Katakanlah,
“tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang ingin memakainya, kecuali kalau makanan itu (berupa) bangkai, darah
yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, atau binatang yang
disembelih bukan atas nama Allah.”
Menurut Asy-Syafi’i pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr).
Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat diatas,
Asy-Syafi’i menggunakan alat bantu asbab al-nuzul. Ayat ini menurutnya,
diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu,
kecuali yang telah mereka halalkan sendiri. Karena mengharamkan apa yang telah
dihalalkan Allah dan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah merupakan
kebiasaan orang-orang kafir, terutama orang yahudi, maka turunlah ayat di atas.
3.
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi
ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat
khusus (khusus as-sabab) dan bukan lafadz yang bersifat umum (umum al-lafdz).
Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan surat Al-Mujadalah, yang turun
berkenaan dengan Aus Ibnu Samit yang menzihar istrinya (Khaulah Binti Hakim
Ibnu Tsa’labah), hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar yang
berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan analogi (qiyas).
4.
Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan Marwan yang menunjuk Abdul
Ar-Rahman Ibnu Abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya ayat: “Dan
orang yang mengatakan kepada orang tuanya”Cis kamu berdua ... “(Al-Ahqaf
17). Untuk meluruskan persoalan, ‘Aisyah berkata kepada Marwan, “Demi Allah,
bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup untuk menyebutkan
siapa orang yang sebenarnya.”
5.
Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk
memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab
akibat (musabbab), hukum, peristiwa dan pelaku, masa dan tempat merupakan satu
jalinan yang dapat mengikat hati.
Taufiq Adnan
Amal dan Syamsul Rizal panggabean menyatakan bahwa pemahaman terhadap konteks
kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an menjanjikan beberapa manfaat
praktis sebagai berikut: Pertama, pemahaman itu memudahkan kita
mengidentifikasi gejala-gejala moral dan sosial di masyarakat Arab ketika itu,
sikap Al-Qur’an terhadapnya, dan cara Al-Qur’an memodifikasi atau
mentransformasi gejala itu hingga sejalan dengan pandangan Al-Qur’an. Kedua,
kesemuanya ini dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam
mengidentifikasi dan menangani problem-problem yang mereka hadapi. Ketiga,
Pemahaman tentang konteks kesejarahan pra-Qur’an dan pada masa Al-Qur’an dapat
menghindarkan kita dari praktek-praktek paksaan prakonsepsi dalam penafsiran.[6]
G.
Karya-karya tentang Asbab Al-Nuzul
Menurut Nuruddin
‘Itr, orang pertama yang membuat buku tentang asbab al-nuzul adalah gurunya
Imam Bukhari, Imam Ali bin Abdullah al-Madini (w.234 H). Kemudian setelah itu
diikuti para ulama lainnya di antara yang paling terkenal adalah:
1.
Kitab Asbab an-Nuzul karya Abu al-Husain Ali bin Ahmad
an-Naisaburi, yang mansyur dengan sebutan al-Wahidi (w.427 H). Kitab ini
melansir riwayat-riwayat tentang asbab al-nuzul lengkap dengan sanadnya.
Kendati demikian kitab ini juga tetap harus dikritisi sebab ada beberapa
riwayat yang tidak meyebutkan sanadnya secara lengkap.
2.
Kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul karya Jalaluddin
Abdurrahman as-Suyuti (w.911 H). Kitab ini berbicara tentang riwayat-riwayat
asbab al-nuzul tapi tidak dilengkapi dengan sanadnya. Karena itu, pembaca harus
teliti dan kritis pada saat membaca kitab ini.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asbab al-nuzul adalah Suatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat, atau
pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai
penjelasan sesuatu hukum yang diturunkan pada saat terjadinya suatu peristiwa. Ilmu
asbab al-nuzul adalah Ilmu yang dengannya diketahui sebab turunnya
sesuatu ayat atau beberapa ayat al-Quran, yang hanya dapat diperoleh melalui
riwayat para shahabat, baik dialaminya secara langsung bersama-sama dengan
Rasulullah s.a.w. sendiri atau yang diterimanya dari shahabat lain yang menghadiri
peristiwa yang menjadi sebab turunnya sesuatu ayat atau beberapa ayat kepada
Rasulullah s.a.w.
Manfaat mengetahui
asbab al-nuzul adalah untuk mengetahui hukum Allah secara tertentu terhadap apa
yang disyaratkanNya, mengetahui hikmah dibalik pensyariatan sebuah hukum, menjadi
penolong dalam memahami makna ayat dan menghilangkan kemusykilan-kemusykilan
disekitar ayat itu.
Redaksi sebab
turunnya Al-Qur’an ada dua yaitu sharih dan ghoiru sharih.
Diungkapkan dengan jelas (sharih) seperti : sababu nuzuli al-ayah
kadza “sebab turun ayat ini adalah...”. kemudian yang diungkapkan dengan
tidak jelas (ghairu sharih) contohnya adalah perkataan perawi: nuzilat
hadzihi alayah fi kadza “ayat ini diturunkan berkenaan dengan persoalan
ini”
Macam asbab
al-nuzul ditinjau dari latar belakangnya
ada dua yaitu: pertama, ada suatu kejadian lalu turunnya ayat
yang menjelaskan kejadian tersebut. Kedua, ada yang bertanya kepada Nabi
Saw. tentang sesuatu, lalu turunlah ayat yang menjelaskan/menjawab pertanyaan
yang disampaikan kepada Nabi Saw.
B.
Saran
Al-Quran adalah
petunjuk untuk semua manusia, Bukan untuk orang islam saja. Mempelajari
Al-Quran dan mengerti sebab-sebab
turunnya adalah salah satu langkah untuk mendalaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2009. Pengantar
Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia
Ash-Shiddieqy, Habsyi. 2008.
Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir. Jakarta : Penerbit Bulan
Bintang
As-Suyuthi, Jalaluddin. 2008. Terjemah Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an.
Jakarta: Gema Insani
Usman.
2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Penerbit Teras
[2] Usman, Ulumul
Qur’an, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hlm.103-107
[3] Anshori, Ulumul
Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, (Jakarta: PT Rajawali Press,
2013), hlm. 101-102
[4] Op Cit.,
hlm. 108-109
[5] Habsyi
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, (Jakarta:
Penerbit Bulan Bintang, 2008), hlm. 78-81
[7] Loc Cit., hlm.
116
0 comments:
Post a Comment