Friday, 25 September 2015



MAKALAH
DINAMIKA PEMIKIRAN DAN GERAKAN ISLAM KONTEMPORER
DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam
Semester Genap Tahun 2015
Dosen pengampu : Miftahul huda, M.Ag





Disusun Oleh           :
1.      Fatchurahman Ali            (2021114145)
2.      Luthfi Amalia                  (2021114187)
3.      Nur Aini Sobah                (2021114193)
4.      Millatina Ulfah                 (2021114333)

Kelas:
Pendidikan Agama Islam E


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI  (STAIN)
PEKALONGAN
2015
 

KATA PENGANTAR

بِسْÙ…ِ اللهِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Dinamika Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Miftahul Huda selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 12 yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
            Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.


Pekalongan, 21 Mei 2015


Tim Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.       Latar Belakang Permasalahan............................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.       Tujuan Penulisan Masalah..................................................................... 2
D.       Manfaat Penulisan Masalah .......................................................... ....... 2
BAB IIPEMBAHASAN................................................................................. 3
A.       Dinamika Islam Indonesia ................................................................... 3
B.       Corak Pemikiran Islam Indonesia ................................................. ....... 3
C.       Gerakan Pembaruan Islam Indonesia ........................................... ....... 6
1.      Gerakan Kaum Paderi .................................................................... 6
2.      Kaum Muda ................................................................................... 7
3.      Jami’at Khair dan Al-Irsyad .......................................................... 7
4.      Muhammadiyah ............................................................................. 8
5.      Sarekat Islam (SI) .......................................................................... 9
6.      Jong Islamietien Bond (JIB)......................................................... 10
7.      Nahdatul Ulama ........................................................................... 11
8.      Persatuan Islam (PERSIS) ........................................................... 11
9.      Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).............................. 12
10.  Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) .......................... 12
D.       Islam Fundamentalis ..................................................................... ..... 13
E.        Islam Liberal ................................................................................. ..... 14
BAB III PENUTUP...................................................................................... 15
A.       Kesimpulan.................................................................................... ..... 15
B.       Saran ............................................................................................. ..... 15           

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, walaupun tidak mempunyai ideologi Islam (bukan negara Islam, seperti Arab Saudi, Pakistan dan Iran) sebagai asas kehidupan bernegara namun sebagaimana dikatakan oleh Amien Rais bahwa Indonesia tak pelak lagi dapat dikatakan sebagai negara Islam secara substansial (isi-bentuk), yaitu cerminan ideologi yang banyak memberikan corak esensi Islam di dalam tatanan politik sosial kenegaraan dalam perikehidupan bangsanya.
Dilihat dari potret keberadaan bangsa Indonesia saat ini tidak bisa dipisahkan dari kronologis perjalanan sejarahnya masa lampau. Apalagi sebagaimana diketahui, keberhasilan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari kegigihan dan keuletan ummat Islam berjihad merebutnya dari tangan penjajah. Disinilah letak dinamika positif dari peran besar ummat Islam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Untuk itu secara keseluruhan sejarah ummat Islam Indonesia mesti melacak gerakan mendasar atas lahirnya suatu peristiwa maha penting dalam karya sejarah, terutama yang berkenaan dengan motivasi terdalam yaitu perjuangan ummat Islam terhadap kemerosotan dalam berbagai aspeknya, sehingga terasa menyentuhlah akar dalam menguak realitas semestinya dari lahirnya suatu gerakan Islam. Lebih-lebih terkait dengan arus modernisasi yang saat ini disaksikan, maka mencari titik penyajian Islam Indonesia saat ini harus melacaknya jauh ke masa lampau, dengan membongkar realitas fenomenologisnya sejak masuk ke Indonesia.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Corak Pemikiran Islam di Indonesia?
2.      Bagaimana Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia?
3.      Apa Islam Fundamentalis itu?
4.      Apa Islam Liberal itu?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yang diampu oleh bapakMiftahul Huda, M.Ag.
2.    Memberikan pengetahuan tentangdinamika pemikiran dan gerakan Islam kontemporer di Indonesia.
D.  Manfaat Penulisan
1.    Memberi cakrawala baru pada pembaca tentang dinamika islam Indonesia.
2.    Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia.
3.    MengetahuiPemikiran dn gerakan Islam Fundamentalis.
4.    Mengetahui Pemikiran dn gerakan Islam Liberal.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  DINAMIKA ISLAM INDONESIA
Islam masuk ke Indonesia pada Abad VIII M. Yang dibawa oleh para pedagang Gujarat, Persia, Arab dan dipromotori serta dimatangkan oleh para wali (Walisongo), maka proses islamisasi di Nusantara mempunyai keunikan tersendiri.
Untuk kasus modernisasi di Indonesia, reaktualisasi lebih berciri mengedepankan penafsiran, menyimak, dan mengkaji kembali al-Qur’an dan nilai-nilai yang pernah dipraktikkan Rasul Muhammad SAW. Sehingga hampir dipastikan proses modernisasi itu berjalan alot dan penuh goncangan dinamika. Dinamika modernisme itu selain berhadapan secara intern terhadap kelompok ummat Islam tradisional yang teguh memegang adat istiadat yang mereka anut, juga harus berhadapan dengan kekuatan penjajah Belanda yang berusaha meredam gerakan modernis itu.
Sangat wajar, kalau persentuhan-persentuhan dan pengaruh dari luar terhadap dinamika Islam di Indonesia cukup memberi tempat yang berarti bahkan sangat memberi corak dalam kompas pemikiran modern. Misalnya pemikiran Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan lainnya.[1]
B.  CORAK PEMIKIRAN ISLAM INDONESIA
Bila melihat rentetan sejarah peradaban Islam di Indonesia, maka akan ditemukan ada tiga periode perkembangan pemikiran Islam di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Pertama, periode ketika kepemimpinan ulama sangat dominan di masyarakat Muslim. Kepemimpinan ulama berlangsung sejak Islam datang ke Indonesia hingga berlangsungnya masa penjajahan. Bahkan menjadi simbol perlawanan dalam perang-perang besar melawan penjajah. Misalnya Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Kiai Maja membantu perang Diponegoro, Imam Bonjol dalam perang Padri.
Kedua, Peran ulama-ulama islam digantikan oleh pemimpin-pemimpin Islam yang bergerak di bidang organisasi atau kepartaian dalam kepolitikan. organisasi politik seperti Muhammadiyah  yang memiliki peranan penting dalam memperkenalkan modernitas terutama dalam pendidikan. dengan mendirikan sekolah-sekolah formal (bukan pesantren lagi). Model pendidikan tradisional (pesantren) diganti dengan model pendidikan Barat (Belanda). Selain muncul golongan pembaru dalam Islam, muncul juga organisasi tradisional yang terhimpun dalam Nahdhatul Ulama (Kebangkitan Ulama) yang dicetuskan oleh K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah pada tahun 1926. Yang semula menggunakan pesantren sebagai basis kegiatannya, melestarikan tradisi-tradisi lama, bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Di Indonesia mereka sering dikatakan mengikuti fiqih Syafi’i, akidah ahli sunnah wal jama’ah, dan tasawuf Al-Junaedi, Al-Ghazali. Kitab-kitab mereka jadi rujukan dalam beramal, beribadah dan bertasawuf. Walaupun begitu tidak selalu bermakna konservatif, tidak modern, atau menolak modernitas. Dalam sisi tertentu mereka sangat akrab dengan modernitas. Seperti menggunakan telepon seluler, komputer, pesawat dan lain-lain, yang merupakan produk dari modernitas. Mereka disebut tradisonalis lantaran metodologi keberagamannya yang berlandaskan pada warisan pemikiran ulama masa lalu, seperti terlihat pada rujukannya pada kitab-kitab kuning. Mereka mempunyai pedoman ­al-muhafadzah ala al-qadimi al-shalih, wal ahzu ila al-jadidi al-ashlah (memelihara yang lama yang sah, sambil mengambil yang baru yang lebih baik).
Ketiga, periode kebangkitan intelektual Muslim, yakni saat peran politisi intelektual Muslim dipertanyakan di hadapan kekuasaan, sistem politik waktu itu (Orde baru). Sudah dimulai pada tahun 1970, ditandai dengan munculnya beberapa literatur yang mencoba mencermati secara sistematis perkembangan dunia intelektual Muslim Indonesia.
Namun, dalam masa berikutnya zaman kebangkitan intelektual ini mempunyai macam corak pemikiran. Mereka itu adalah sebagai berikut.
1.      Neo modernisme, yaitu pemikiran keislaman yang menggabungkan dua aliran modernisme dan tradisionalisme, artinya Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernisasi, tanpa harus menghilangkan tradisi keislaman yang telah mapan. Pola ini condong untuk meletakkan dasar-dasar keislaman dalam konteks nasional. Tokohutama pendukung pemikiran ini adalah Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid dan Abdul Wahib.
2.      Sosialisme demokrat, yaitu gerakan yang melihat keadilan sosial dan demokrasi sebagai unsur pokok Islam.Islamisasi dalam refleksi pemikiran ini adalah karya-karya produktif yang berorientasi kepada perubahan-perubahan sosial-ekonomi dan politik menuju terciptanya masyarakat adil dan demokrasi. Tokoh-tokohnya: Dawam Raharjo, Adi Sasono, Kuntowijoyo.
3.      Internsionalisme atau Universalisme,  gerakan pemikiran Islam yang memandang Islam sebagai perangkat nilai alternatif dari kemelorotan nilai-nilai Barat. pemikiran ini berbendapat bahwa Islam bersifat universal. Bagi mereka nasionalisme  adalah sesuatu yang harus ditegakkan. Tokoh-tokohnya adalah: Amien Rais, Jalaluddin Rahmat, dan A.M. Saefudin.
4.      Neo revivalis, sering dikatakan dengan gerakan Ikhwan al-Muslimin, dalam beberapa organisasi seperti Hamas, Hizbut Tahrir. Front Pembela Islam(FPI) Majelis Mujahidin. Meski mereka berbeda-beda, tetapi secara umum mereka adalah kelompok yang “menjaga jarak” dengan peradaban Barat, Barat adalah musuh. Maka simbol-simbol identitas dan peradaban senantiasa digunakan dalam kesadaran keberagamannya, misalnya berjenggot, bersorban, dan lain-lain.[2]


C.  GERAKAN PEMBARUAN ISLAM INDONESIA
Pembaruan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya. Kemunduran progresif kerajaan Usmani yang merupakan pemangku khilafah Islam, setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan Islam di kalangan warga Arab di pinggiran imperium itu, yang terpenting puritanis (salafiyyah). Gerakan ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan ke arah pembaruan Islam abad ke 20 yang lebih bersifat intelektual.
Katalisator  terkenal gerakan pembaruan ini adalah Jamaluddin Al-Afghani (1897). Ia mengajarkan solidaritas Pan-Islam dan pertahanan terhadap imperealisme Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasi.
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia.[3]
1.    Gerakan Kaum Paderi
Pada tahun 1803 tiga orang tokoh haji, yaitu haji Miskin, haji Sumanik, dan haji Piobang pulang dari tanah suci Mekkah. Pada tahun yang sama pula Mekkah mendapat serbuan gerakan Wahabi (gerakan modern pemurnian akidah Islma, pimpinan Muhammad bin Abd. Wahab). Pengaruh gerakan Wahabi sangat besar terhadap ketiga tokoh yang baru pulang dari tanah suci ini.[4]
Menurut mereka, apa yang terjadi dimasyarakat Minangkabau pada saat itu sebenarnya telah menyimpang dari ajaran agama, oleh karena itu perlu diluruskan. Namun di lain pihak, khususnya golongan adat ada kecenderungan untuk tidak mau diganggu kelestarian adatnya, padahal banyak adat yang mereka sangat peka dan mengadakan perlawanan terhadap pembaharuan yang dilakukan oleh tiga orang haji.
Gerakan para haji ini selanjutnya dikenal dengan gerakan paderi. Pertentangan kaum Paderi dengan kaum adat pada akhirnya memberi peluang kekuasaan asing untuk masuk ke daerah Minangkabau, dengan demikian para haji dengan gerakan paderinya akhirnya menghadapi dua lawan, di satu pihak memberantas adat untuk memurnikan ajaran Islam dan di lain pihak menghadapi perjuangan kemerdekaan melawan Belanda dalam gerakan perjuangan politik.[5]
2.      Kaum Muda
Kelanjutan gerakan paderi, muncullah istilah Gerakan Kaum Muda. Penamaan istilah ini sebagai diketahui merupakan versi Paderi Baru dari kelompok yang tetap menentang kaum Adat terutama terhadap praktik-praktik kehidupan yang bertentangan dengan ajaran Islam murni. Populer sebutan Kaum Muda dan berakar sesuai ajang perjuangan dan lingkup wilayah gerakan ini, memang bertempat di Minangkabau. Walaupun begitu, istilah ini juga dikenal meluas di beberapa wilayah Indonesia sebagai ciri kelompok modern dalam mengamalkan pemurnian ajaran Islam.
Diantara tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh yaitu Syaikh Muhammad Abdullah Ahmad, Syaikh Abdul Karim Amrullah (Ayah Buya Hamka), Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Syaikh Muhammad Ibrahim Musa Parabek, Syaikh Muhammad Thaib Umar dan lain-lainnya.[6]
3.    Jami’at Khair dan Al-Irsyad
Di Jakarta pada tahun 1901 kaum muslimin keturunan Arab mendirikan perkumpulan yang diberi nama Jami’atul Khair, perkumpulan ini berdiri sebagai hasil dari pengaruh majalah al-Urwatul Wusqa yang diselundupkan di pelabuhan Tuban. Para anggotanya adalah orang-orang Arab yang ada di Indonesia.
Jami’atul Khair ini dengan tujuannya dalam pembaharuan terutama dalam bidang pendidikan, dengan metode yang modern dan menambahkan pelajaran pengetahuan umum. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tersebut, maka didatangkan beberapa orang guru dari luar, antara lain: al-Hasyimi datang ke Indonesia pada tahun 1911 dari Tunisia, Syekh Ahmad Syurkati al-Anshari dari Sudan, Syekh Muhammad Thaib dari Maroko, dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Ternyata mereka ini memiliki gagasan yang radikal, antara lain Syurkati tidak setuju larangan perkawinan lelaki yang bukan sayid dengan puteri sayid, hal ini menimbulkan kemarahan orang-orang Arab yang keturunan sayid.
Organisasi Jami’atul Khair akhirnya pecah menjadi dua, orang-orang Arab keturunan sayid mendirikan organisasi yang diberi nama ar-Rabithah al-Alawiyah, dan Ahmad Syurkati mendirikan organisasi yang diberi nama Jami’yatul Ikhlas wal Irsyad (al-Irsyad) yang anggotanya mula-mula keturunan Arab yang bukan sayid, kemudian dapat diterima anggota orang pribumi.
Usaha al-Irsyad dibidang pendidikan, disamping mendirikan sekolah-sekolah, juga mengadakan kursus-kursus guru, dan kursus-kursus agama. oleh karena  itu meskipun al-Irsyad merupakan organisasi yang kecil, namun memiliki sekolah-sekolah yang ratusan jumlahnya dan dikelola dengan teratur. Dengan tokoh sentralnya Syurkati telah menjadi sumber ilham bagi generasi muda Islam terpelajar yang bangkit terorganisir pada tahun 1925 lewat wadah Jong Islamieten Bond.[7]
4.      Muhammadiyah
Pada tahun 1991, KH. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah agama yang diberi nama Muhammadiyah, perguruan ini tidak diadakan di surau atau masjid, tetapi bertempat digedung yang menggunakan meja, kursi dan papan tulis. Kemudian pada tanggal 19 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330 H. KH. Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan yang diberi nama Muhammadiyah, bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni dan asli serta menuruti kemauan ajaran agama Islam, Islam sebagai way of life, baik dalam kehidupan individu maupun bermasyarakat. Organisasi ini merupakan lembaga sosial keagamaan yang serupa halnya dengan gerakan pembaharuan di Mesir.
Usaha-usaha pembaharuan Muhammadiyah meliputi:
a.    Memurnikan ajaran Islam dengan membersihkan praktek serta pengaruh yang bukan dari ajaran Islam.
b.    Reformasi ajaran dan pendidikan Islam.
c.    Reformasi doktrin-doktrin dengan pandangan alam pikiran modern.
d.   Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan dari luar Islam.
Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang setaraf dengan sekolah yang dilaksanakan pemerintah Belanda. Dalam bidang sosial telah mendirikan sekolah yatim, fakir miskin, dan rumah sakit serta balai pengobatan.
Dalam pengembangan wawasan keagamaan, jika al-Irsyad menempuh cara polemik dan debat sekalipun, maka Muhammadiyah cenderung menitikberatkan pada transformasi nilai-nilai lewat saran kultural yang tidak menimbulkan kegoncangan, misalnya lewat tabligh dan pendidikan. Itulah metode pembaharuan Muhammadiyah yang berlanggam “Jowo” dan penuh dengan “unggah-ungguh” kurang tegas seperti al-Irsyad. Dengan cara yang demikian mama Muhammadiyah dapat mengembangkan sayapnya ke seluruh Nusantara, tidak seperti al-Irsyad tidak menyebar ke Nusantara.[8]
5.    Sarekat Islam
Sarekat Islam (SI)merupakan modifikasi dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tanggal 11 Nopember 1911. Kalau SDI didirikan oleh H. Samanhudi, sedangkan SI dipelopori H.O.S Tjokroaminoto.
Secara prinsip SDI yang tadinya memperjuangkan persamaan hak-hak di bidang perdagangan bagi kalangan bangsa Indonesia, yang mana pihak Belanda banyak memberikan prioritas monopoli kepada para pedagang Cina dan non-pribumi, akhirnya diperjuangkan oleh pihak organisasi SDI. Sedangkan SI bergerak bukan hanya sebatas perjuangan ekonomi bangsa Indonesia, tapi juga merembet ke persoalan yang prinsip tentang status sosial-politik bagi bangsa Indonesia.
Organisasi ini sempat mengalami ujian berat, pada tahun 1914 Belanda memasukan ideologi komunis diantaranya H.J.F Sneevlite mendirikan Indiche Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV). Sehingga lambat laun waktu SI pun menjadi lemah dalam memperjuangkan kepentingan kemerdekaan bangsa Indonesia. sampai ISDV mengubah diri secara resmi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 23 Mei 1920, kemudian tokoh SI satu-persatu masuk ke dalam perangkap Komunis, SI pun hanya sebagai baju untuk mengelabuhi massa muslimin. Sehingga muncul istilah Syarikat Islam Merah (Komunis). Organisasi Syarikat Merah ini akhirnya menjadi Partai Politik dan berganti nama dengan Partai Syarikat Islam  (PSI) kemudian berganti nama lagi dengan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Kurang lebih satu dekade saja PKI menjadi partai terkuat di Asia.
6.      Jong Islamieten Bond (JIB)
Jong Islamieten Bond (JIB) atau Ikatan Pemuda Islam didirikan pada awal tahun 1925 di Yogyakarta. Ketua yang pertama adalah R.J. Sjamsuridjal matan ketua Jong Java. Fenomena yang melatarbelakangi berdirinya JIB ini, diantaranya karena tuntutan kegelisahan intelektual bagi kalangan pemuda terpelajar yang berpendidikan keislaman taat. Ada semacam tuntutan kesadaran beragama di kalangan mereka, kendati sebagian mereka berpendidikan Barat namun perlu dicatat bahwa jasa-jasa Agus Salim dalam menyadarkan potert modernisme Islam dalam nuansa keberagaman di kalangan pemuda terpelajar pada waktu telah mendorong mereka untuk berhimpun diri di bawah suatu garis perjuangan keislaman.
7.      Nahdatul Ulama’ Gerakan Populis
Pada tanggal 31 Januari 1926 berdirilah organisasi Nahdatul Ulama atas inisiatif ulama-ulama, antara lain KH Abdul Wahab, KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya. Organisasi ini berusaha mengembalikan dan mengikuti salah-satu madzhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali) dalam ajaran Islam. Menegakkan syari’at Islam serta mengusahakan berlakunya hukum Islam dalam hidup dan kehidupan masyarakat.
Nahdatul Ulama ketika pembentukannya tidak memproklamirkan dirinya sebagai organisasi yang aktif dalam bidang politik, namun usaha-usahanya tidak terlepas dari masalah politik.
Usaha-usaha Nahdatul Ulama dalam bidang pendidikan dan keagamaan antara lain:
a.    Menyiarkan agama dengan tabligh, kursus-kursus dan penerbitan.
b.    Menggiatkan amar ma’ruf nahi munkar dengan sebaik-baiknya.
c.    Mendirikan dan mempertinggi mutu pendidikan dan pengajaran.
d.   Menggiatkan amar ma’ruf dan mempererat hubungan antara ulama dan masyarakat.
e.    Mempererat hubungan antara ulama.
Penetapan dalam bidang hukum Islam, metode yang dipakai ialah pertama mengkonfrontir perbuatan itu dengan pendapat para ulama dan mengambil salah-satu pendapat/ madzhab yang menurut mereka lebih rajih dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW.
8.    PERSIS (Persatuan Islam)
          Persatuan Islam (PERSIS)didirikan di Bandung pada tahun 1920, pelopor gerakan ini diantaranya Haji Zamzam dan Haji Muhammad Junus. Saat itu berkumpul membahas tentang pertikaian di kalangan Al-Irsyad dan Jamiat Khair, masuknya komunisme ke SI yang menyebabkan perpecahan di kalangan SI.
          Perkembangan PERSIS dapat dengan cepat pada waktu itu didukung oleh militansi tokoh mudanya. Dua orang yang patut dicatat dan berjasa besar dalam memompa ide pembaruan keagamaan adalah Ahmad Hassan dan Muhammad Natsir. Ahmad Hassan adalah seorang yang brilian dalam menulis, sedangkan Muhammad Natsir merupakan seorang tokoh muda yang menanjak intelektualnya, dan amat piawai dalam berpidato sehingga boleh dikata menjadi juru bicara organisasi pada waktu itu.
9.  Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia)
          Masyumi didirikan pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Organisasi ini erlainan dengan organisasi sebelumnya yang hanya mempunyai massa sesuai dengan missi keorganisasian. Masyumi benar-benar merupakan pengejawentahan dari semua aspirasi yang menginginkan adanya keterkaitan kehidupan beragama dengan kehidupan bernegara.
          Tanggung jawab bernegara yang besar dari kalangan tokoh-tokoh Islam di wadah ini memang luar biasa. Dan itu dirasakan manfaatnya, mengingat kubu-kubu yang berseteru dalam menjalankan roda pemerintahan cukup heterogen. Terutama dari golongan sekuler dan PKI yang menempati posisi-posisi penting didalam pemerintahan. Jadi dengan terbentuknya Masyumi ini, paling tidak menjadi partai alternatif bagi oposisi politik ummat Islam di kala itu.
          Karena adanya ketimpangan peran, pada ujung perjalananya masyumi tidak bisa lagi menyatukan ide kepartaian. Sehingga tahun 1947 PSSI meninggalkan masyumi begitu juga NU pada tahun 1952.[9]
10.  ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia)
          ICMI didirikan pada tanggal 7 Desember 1990. ICMI adalah wadah atau lembaga transformasi sosial umat Islam Indonesia yang berperan untuk mewujudkan umat Islam sebagai mayoritas agar lebih berperan dan berpartisipasi dalam dinamika pembangunan nasional secara harmonis, integratif, emansipatif.ICMI merupakan gerakan intelektual yang memang bernuansa teologis-politis.Nuansa politis  ICMI mengarah pada terbentuknya muslim-intelek dalam hubungan bernegara. Kehadiran ICMI dianggap sangat paradoksial dengan iklim dan nuansa politik awal Order Baru. Sehingga muncul anggapan adanya upaya “rekayasa politik” terhadap Islam. Namun, kenyataan ini tidak didukung oleh fakta yang konkret.[10]
D.  ISLAM FUNDAMENTALIS
istilah fundamentalisme atau radikalisme pada prinsip dan penekanannya adalah sama dan tidaklah terlalu berbeda baik pada tingkat pemikiran maupun pada tingkat gerakan. Musa keilani mendefinisikan fundamentalisme sebagai gerakan sosial dan keagamaan yang mengajak umat islam kembali kepada kemurnian etika dengan cara mengintegrasikan secara positif (dengan doktrin agama), kembali kepada keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan dirinya sendiri.
Dengan pengertian diatas,maka dapatlah dikatakan bahwa kaum fundamentalisme lebih menekankan unsur rigid dan literalis. Penilaian ini tentu didasarkan pada berbagai realitas praktis penampilan kelompok islam yang yang lebih mengedepankan teks-teks klasik dalam menyelesaikan problem kontemporer umat Islam. Dapat kita katakan, bahwa kaum fundamentalis memiliki kecenderungan untuk melakukan intepretasi terhadap doktrin agama secara rigid, literalis dan menonjolkan romantisme Islam masa lalu yaitu Islam di zaman Nabi saw dan para sahabat-Nya serta pemimpin Islam setelah Nabi yang kita kenal dengan empat khulafa ar-rasyidin.Kelompok ini pun menolak segala hal yang dianggap baru, selain daripada yang telah ada dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.[11]
Menguatnya pemikiran-pemikiran Islam fundamental, yang kadang-kadang sering diidentikkan dengan pemikiran tekstual atau literal, Organisasi- atau kelompok keagamaan yang selama ini dianggap ekstrim, sebut saja seperti Hizbut Tahrir (HTI), Majelis Mujahahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI) dan lainnya. Bahkan beberapa pondok pesantren di Indonesia belakangan sering diklaim sebagai pesantren fundamentaltalis dan menjadi padepokan teroris. Kelompok-kelompok Islam yang sering mewacanakan isu kekhalifahan Islam dengan penerapan syari’at islam secara formal di Indonesia itulah yang sering diwacanakan sebagai komunitas Islam fundamental.[12]
E.  ISLAM LIBERAL
Disisi lainkelompok-kelompok diskusi yang sering mewacanakan isu-isu pemikiran liberal, seperti demokrasi, multikulturalisme, Hak Asasi Manusia (HAM), dan lain-lain. Mereka menamakan diri sebagai Islam liberal. Dalam hal ini dapat kita sebut seperti Komunitas Islam Utan Kayu (KIUK), atau Jaringan Islam Liberal (JIL)-nya Ulil Abshar Abdalla dan kawan-kawannya, yang sering disebut sebagai jaringan setan oleh lawan-lawannya dari komunitas Islam fundamental. Kemudian Lembaga Pendidikan Islam Paramadina (didirikan oleh Nurcholis Majid) yang oleh Majelis Mujahidin  disebut sekte setan. Selain JIL dan Paramadina komunitas islam insklusif lainnya yang disebut memiliki kecenderungan ketiga adalah Islam post-tradisional (postra), meski mereka menghargai pluralisme, tetapi mereka kurang suka dengan gaya pemikiran liberal,Dalam hal ini barangkali dapat dialamatkan kepada komunitas Islam kulturalnya NU.
Selain itu, pada dasarnya banyak mengenai wacana-wacana liberal lainnya yang yang juga bercorak dekonstruktif, mulai dari gerakan feminisme Islam yang memperjuangkan paradigma kesetaraan “gender”, hingga gerakan lain yang menolak mentah-mentah paradigma gender karena dianggap merusak tatanan budaya dan masyarakat.[13]

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Itulah seklumit atau sebagian dari gambaran wacana Islam kontemporer dalam peta sejarah Islamisasi di Indonesia. Hingga saat ini isu-isu tersebut masih terus berkembang dan akan selalu mewarnai proses islamisasi bagi masyarakat Indonesia. karena islamisasi bukanlah semata-mata persoalan konversi, atau perjuangan bagaimana menambah anggota atau jumlah komunitas penganut Islam, tetapi sejauh mana intelektual Islam kontemporer mampu merepresentasikan pemikiran-pemikirannya sebagai sebuah tawaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas reliligiusitas dan spiritualitas masyarakat Islam dalam komunitas peradaban yang sudah meng-global dan tanpa batas ini.Pemaparan diatas kiranya dapat berujung pada suatu kesimpulan, bahwa Islam sebagai agama menjadi dasar keyakinan dan tindakan para pemeluknya.Namun akibat kemajemukan pemahaman serta lingkungan sosial, budaya, dan politik masyarakat pemeluknya itu, maka Islam pun tampil dalam sistem religiusitas agama ini berhadapan dengan realitas pembangunan bangsa. Pola pemikiran keislaman yang diikuti gerakan-gerakan umat menunjukkan relevansinya dengan gerak langkah pembangunan bangsa.
B.  SARAN
Gerakan-gerakan keagamaan, baik yang  tradisional, modern, neo-moderis, fundamentalis, militan, maupun ekstrem, semuanya merupakan isyarat tentang sikap dan respon umat Islam terhadap kepentingan-kepentingan bangsa. Siapa pun akan memandang sulit memang, apabila religiusitas itu dalam kenyataannya beranekaragam dan dalam lingkungan yang plural pula dapat dicarikan pemecahan bagi kesamaan gerakan umat. Barangkali yang jauh lebih penting adalah mengupayakan pembinaan kesadaran bersama, bahwa Islam di tengah-tengah kehidupan bangsa ini laksana satu panji beragam arti, dan keragaman makna sebaliknya diyakini sebagai anugrah Ilahy untuk dinikmati kita bersama. Wallahu ‘Alam.

DAFTAR PUSTAKA

Asmuni,Yusran. 1996. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam Dirasah Islamiyah III .Jakarta: RajaGrafindo Persada
Irwandar. 2003. Dekonstruksi Pemikiran Islam. Sleman: Ar-Ruzz Media.
Jurdi, Syariffuddin. 2008. Pemikiran Politik Islam Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muhdzirin. 2006.  Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Sani, Abdul. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sunanto,Musyrifah. 2005.Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta:RajaGrafindo Persada
Yatim,Badri.2011. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta:RajaGrafindo Persada,


 




[1]Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.183-186
[2]Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 307-313
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 257-258
[4]loc. Cit., hlm 188
[5] Yusran Asmuni,Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam DuniaIslam Dirasah Islamiyah III, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 98
[6]Ibid., hlm. 192-195
[7]Op.cit., hlm. 98-99
[8]Ibid., hlm. 100-101
[9]Ibid., hlm. 208-233
[10] Irwandar, Dekonstruksi Pemikiran Islam, (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2003), hlm.150-152
[11]Syariffuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 309-311.
[12] Muhdzirin, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), hlm.196.
[13]Ibid., hlm. 202
 

0 comments:

Post a Comment