FILSAFAT ETIKA IBNU
MASKAWAIH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Islam
Semester Ganjil Tahun 2015
Dosen pengampu : Lia Afiani, M.Hum
1. Fatchurahman Ali (2021114145)
Kelas:
Pendidikan
Agama Islam G
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
بِسْÙ…ِ
اللهِ الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِÙŠْÙ…ِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Filsafat Etika Ibnu Maskawaih” dengan tepat waktu. Tidak
lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada Ibu Lia Afiani selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat
Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini,
orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim
kelompok 5 yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya
penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca
yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya
makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Pekalongan, 21
September 2015
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
A. Latar Belakang Permasalahan............................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
A. Pengertian Etika.................................................................................... 2
B. Etika Ibnu Maskawaih .................................................................. ....... 2
C. Pemikiran Filsafah Ibnu Maskawaih .................................................... 4
D. Dasar-Dasar Etika Ibnu Maskawaih .................................................... 5
E.
Karya-Karya
Ibnu Maskawaih ............................................................. 8
BAB
III PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Etika adalah
suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, meerangka apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyataka tujuan yang harus dituju oleh
manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.
Dalam kehidupan
masyarakat, selalu terjadi konflik dalam berbagai aspek kehidupan, baik konflik
antara individu yang satu dengan individu yang lain, maupun antara individu dengan masyarakat dan
antara masyarakat trtentu dengan masyarakat yang lainnya, dan konflik itu
biasanya bersumber dari perbedaan kepentingan dan pandangan ideologis,
didalamnya juga pandangan mengenai nilai-nilai etika, baik etika dalam arti
kelembagaan seperti adat istiadat, kode etik profesi, maupun nilai-nilai etika
yang fundamental dan universal seperti hak asasi manusia dan perikemanusiaan
yang beradab.
Dari bererapa
filsafat berbagai filsafat yang membahas tentang etika, kami hanya menitik
beratkan pada teori etika menurut Maskawaih. Maskawaih mencoba mempertemukan
syari’at Islam dengan teori etika dalam filsafat Islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Yang
dimaksud dengan Etika?
2. Siapakah Ibnu
Maskawaih?
3. Bagaimana Etika
Menurut Ibnu Maskawaih?
4. Apa Saja
Dasar-Dasar Etika Ibnu Maskawaih?
5. Bagaimana Pemikiran
Ibnu Maskawaih?
6. Apa Saja Karya-Karya
Ibnu Maskawaih?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ETIKA
Etika menurut
etimologi, berasal dari bahasa yunani kuno. Kota yunani yaitu ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti, kebiasaan, watak, akhlaq, tempat tingal,
perasaan, cara berfikir (K.Bertens, 1993:5).
Sedangkan
menurut Musa Asy’ari, etika adalah cabang filsafat yang mencari hakekat
nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan
seseorang yang dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan
pemikirannya.
Persoalan etika
adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia, dalam segala
aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik dalam hubungan dengan Tuhan,
sesama manusia dan dirinya maupun dengan alam dan sekitarnya baik dalam
kaitannya dengan eksistensi manusia di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya,
maupun agama.
Dilihat dari
nilai-nilai etika yang baik itu disebut al ma’ruf artinya semua orang secara kodrati tahu dan
menerimanya sebagai kebaikan, sedangkan yang jahat itu disebut al-munkar yaitu
semua orang secara kodrati menolak dan mengingkarinya. Nilai baik (al ma’ruf)
dan nilai buruk (al munkar) adalah bersifat universal dan kita
diperintahkan untuk melakukan yang baik dan menjauhi serta melarang tindakan
yang jahat.[1]
B.
ETIKA IBNU MASKAWAIH
1.
Biografi Ibnu Maskawaih
Maskawaih
adalah seorang filsafat muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam.
Meskipun sebenarnya iapun seorang sejarawan, tabib, ilmuan, dan sastrawan. Ia
banyak mengetahui tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India. Disamping
pengetahuannya tentang filsafat Yunani.
Nama lengkapnya
adalah Abu Al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Nama itu diambil dari nama
kakeknya yang semula beragama Majusi (Persia) kemudian masuk Islam, gelarnya
adalah Abu Ali yang diperoleh dari sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah dipandang
sebagai yang berhak menggantikan Nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin umat
Islam sepeninggalnya. Gelar lain juga sering disebutkan yaitu Al-Khazim yang
berarti bendaharawan.
Maskawaih
dilahirkan di Pay (Teheran sekarang). Mengenai tahun kelahirannya, para penulis
menyebutkan berbeda-beda. M.M. Syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M.
Margoliauth menyebutkan tahun 330 H /32 M. Abdul Aziz menyebutkan tahun 325 H. Sedang
wafatnya (semua sepakat) pada 9 Shafar 421 H/ 6 Februari 1030 M.[2]
Ketika muda Ibnu Maskawaih mengabdi kepada Al-Muhallabi
yang menjabat sebagai Dinasti Buwaih. Setelah Al-Muhallabi wafat pada 352 H, dan di gantikan oleh Ibn
‘al-Amid. Ketika dalam kepemimpinan Ibn al’-Amid, Ibnu Maskawaih mengabdi
sebagai pustakawan. Jabatan yang beliau duduki ini sampai pada masa jabatan Abu
al-Fath (putra dan pengganti dari Ibn al’- Amid). Ibnu Maskawaih meninggalkan
Ray menuju Baghdad dikarenakan kepemimpinan setelah Abu al-Fath wafat
digantikan oleh musuhnya yaitu Al- Shahib ibn ‘Abbad. Sesampainya di Baghdad Ibnu
Maskawaih mengabdi kepada Istana Buwaih yaitu pangeran ‘Adhud al-Daulah sebagai
bendaharawan. Dari jabatan tersebutlah maka beliau diberi gelar Al – Khazim.
Setelah pangetaran ‘Adhud al- Daulah wafat dan digantikan oleh Shamsham
al-Daulah dan diteruskan oleh Baha’ al-Daulah[3].
2.
Biografi Pendidikan Ibnu Maskawaih
Riwayat pendidikan
Maskawaih tidak diketahui deengan jelas. Ahmad Amin memberikan gambaran
pendidikan anak pada zaman Abbasiyah, bahwa pada umumnya anak-anak bermula
dengan belajar bahasa Arab (nahwu) dan ‘arudh (ilmu membaca dan membuat sya’ir).
Semua mata pelajaran dasar tersebut diberikan disurau-suarau, dikalangan
keluarga yang berada, dimana Guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les
privat kepada anak-anaknya. Perkembangan ilmu Maskawaih diperoleh dengan jalan
banyak membaca buku, terutama disaat memperoleh kepercayaan menguasai perpustakaan
Ibnu al-Amid.
Pengetahuan
Maskawaih yang sangat menonjol dan hasil banyak membaca buku itu ialah tentang
sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini nama Maskawaih memperoleh sebutan
Bapak Etika Islam, karena Maskawaih-lah yang mula-mula mengemukakan teori etika
sekaligus menulis buku tentang etika.
C.
PEMIKIRAN FILSAFAH MASKAWAIH
Filsafat etika
Ibnu Maskawaih berlandaskan kejiwaan/ nafs. Maskawaih mengatakan bahwa jika
berasal dari limpahan akal aktif jiwa bersifat rohani,suatu substansi yang
sederhana yang tidak dapat diraba oleh suatu panca indra. Didalam jiwa terdapat
daya pengenal akal yang tidak didahului dengan pengenalan inderawi. Dengan daya
pengenalan akal itu, jiwa mampu membedakan antara yang benar dan tidak benar
berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh panca indera. Perbedaan itu dilakukan
dengan jalan membanding-bandingkan obyek-obyek inderawi yang satu dengan yang
lain dan membeda-bedakannya. Dengan demikian, bertindak sebagai pembimbing panca
indra dan membetulkan kekeliruan yang dialami oleh panca indera.
Menurut
Maskawaih, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkat-tingkat. Dari
yang paling rendah disebutkan urutan sebagai berikut:
1.
An-Nafs al-Bahimiyah (nafsu
kebinatangan) yang buruk.
2.
An-Nafs al-Sabu’iah (nafsu
binatang buas) yang sedang.
3.
An-Nafs al-Nathiqah (jiwa
yang cerdas) yang baik.
Sehubungan
dengan kualitas dari tingkatan-tingkatan jiwa yang tiga macam tersebut,
Maskawaih mengatakan bahwa jika yang rendah atau buruk (an-Nafs
al-Bahimiyah, nafsu kebinatangan) mempunyai sifat-sifat ujub (pongah),
sombong, pengolok-olok, penipu dan hina dina. Sedangkan jiwa yang cerdas (an-nafs
an-Nathiqah) mempunyai sifat-sifat adil, harga diri, berani, pemurah
benar-benar dan cinta.
D.
DASAR-DASAR ETIKA IBNU MASKAWAIH
Mengenai eori
etika Maskawaih dalam kesempatan ini hanya akan disajikan dasar-dasarnya saja.
a.
Unsur-unsur etika
Teori etika
Maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran syari’at dan
pengalaman pribadi. Teori etika Maskawaih juga dipengaruhi oleh Plato dan
Aristoteles. Dalam hal ini Maskawaih hanya berusaha mempertemukan ajaran
syari’at Islam dengan teori-teori etika dan filsafat. Misalnya tentang argument
Aristoteles, sedang dari tentang puncak keutamaan jiwa adalah bersatu dengan
akal aktif yang selanjutnya meningkat terus hingga bersatu dengan akal aktif
yang selanjutnya meningkat terus hingga bersatu dengan Tuhan yang diambil dari
Plato.
b.
Pengertian Etika/ Akhlak
Kata akhlak
adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Pengertian khuluq menurut
Ibnu Maskawaih adalah “keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.”dengan
kata lain khuluq adalah keadaan jiwa yang mendorong timbulnya
perbuatan-perbuatan secara spontan. Dari keadaan jiwa itu dapat merupakan
fitrah sejak kecil dan dapat pula merupakan hasil latihan kebiasaan diri, hasil
ilmu yang diperoleh serta hasil penghayatan atas ilmu dan pengamalan kehidupan.
Istilah Akhlaq
seakar kata dengankhalaqa, makhluq dan khaliq. Maka hal ini
dapat difilosofiskan bahwa akhlaq adalah sistem berperilakunya makhluk kepada
khaliqnya. Dengan keterikatannya dengan al-Khaliq, maka ukuran baik dan
buruknya suatu tindakan harus berhubungan dengan sistem aturan hidup dan
hukum yang ditetapkan Allah, dan selalu berlandaskan iman dan ikhlas
kepada-Nya.
c.
Keutamaan (Fadhilah)
Menurut
Maskawaih keutamaan jiwa itu ada 5 macam, yaitu:
1.
Hikmah (wisdom)
Adalah keutamaan jiwa cerdas, jiwa yang telah mampu berfikir secara
tepat tanpa terpengaruhi apalagi terkuasai oleh nafsu yang berorientasikan
kepada hal-hal yang negatif dan rendah (materi duniawi serta godaan syetan).
Karena hal ini berkaitan dengan kecerdasan dan pemikiran, maka hikmah selalu
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, hanya dengan ilmu akan tercapai dan
mendapatkan hikmah.
2.
‘Iffah (kesucian)
Adalah keutamaan nafsu syahwat, keutamaan lahir jika manusia dapat
menyalurkan syahwatnya dengan pertimbangan akal yang sehat hingga ia bebas dari
perbudakan syahwatnya.
3.
Syaja’ah (Keberanian).
Keutamaan ini timbul jika manusia dapat menundukkan jiwa
al-ghadbiyyah kepada jiwa nathiqoh dan menggunakannya sesuai dengan tuntutan
akal sehat dalam menghadapi perkara-perkara yang besar, hingga tidak akan
dihinggapi rasa takut terhadap perkara-perkara yang menggetarkannya.
4.
Adalah (Keadilan)
Keutamaan yang tejadi jika ketiga keutamaan (hikmah, iffah dan
syaja’aah) tersebut selaras dan tunduk kepada akal sehat, dengan demikian orang
akan dapat bersikap adil terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap oang lain
5.
Keutamaan jiwa lai sesuai dengan ketinggian martabat jiwa yaitu
berusaha memiliki pengetahuan, yaitu pengetahuan yang bekaitan dengan
kesempurnaan jiwa yang dapat mengarah kepada kebersatuan dengan akal. Untuk
sampai kepada keutamaan ini berarti seseorang harus dapat mengoptimalkan fungsi
akal teoritisnya yang memang berfungsi sebagai sarana penyempurnaan jiwa.
d.
Kebahagiaan (Sa’adah)
Kebahagiaan
yang lengkap bagi Maskawaih adalah kebahagiaan yang mencakup aspek jasadiyah
dan ruhiyah sekaligus. Maskawaih
menekankan bahwa hakekat manusia adalah makhluk sosial. Pendiriannya tentang
etika pun menekankan bahwa manusia jangan hanya memperhatikan dirinya sendiri,
memperbaiki akhlaknya sendiri, tetapi juga harus memperbaiki orang lain.
Akhlaqnya sendiri saja, tetapi juga harus memperbaiki orang lain. Akhlak
masyarakat hendaknya diusahakan juga agar menjadi baik.
e.
Cinta (Mahabbah)
Maskawaih
memberikan perhatian khusus kepada cinta sebagai salah satu unsur etika. Cinta
menurutnya ada dua macam yaitu cnta kepada Allah dan cinta kepada sesama
manusia. Cinta yang tinggi nilainya adalah cinta Kepada Allah, tetapi cinta
tipe ini hanya dimiliki sedikit orang. Cinta yang kedua cinta kepada orang tua
dan guru, tetapi cinta kepada guru dipandang lebih mulia dan lebih berperan.
Gurulah yang mendidik murid-muridnya untuk memiliki keutamaan yang sempurna.
f.
Pendidikan Akhlaq Terhadap Anak-anak
Kehidupan utama
pada anak-anak memerlukan dua syarat yaitu syarat kejiwaan dan syarat sosial.
Syarat pertama tersimpul dalam menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan.
Sedangkan syarat kedua dapat dicapai dengan cara memilihkan teman-teman yang
baik, menjauhkan dari pergaulan dengan teman-temannya yang berperangai buruk.
Keutamaan-keutamamaan dalam pergaulan sesama anak-anak yang harus ditanamkan
adalah kejujuran agar tidak mempunyai kebiasaan berdusta.
g.
Thibbun al-nufus
Maskaweh
menutup pembahasan etikanya dengan pembahasan masalah pengobatan hati (tombo
ati) atas penyakit-penyakit yang diderita seseorang, yang kebanyakan manusia
tidak menyadarinya. Penyakit dasar yang harus dikenali bahyanya dalam diri
adalah marah, bangga hati, suka bertengkar, penakut, khiyanat, susah dsb.
Penyakit ini bila tidak segera diobati akan melahirkan penyakit lainnya yang
bersifat merusak amaliah ibadah. Dalam konteks inilah maka metode sufistik
berperan dalam mengkondisikan terbentuknya akhlaq al-karimah. [4]
E.
KARYA –KARYA IBNU MASKAWAIH
Adapun
karya-karya maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarawan)
diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Kitab Al-Fauz Al-Ashgar,
tentang ketuhanan, jiwa, dan kenabian (metafisika).
b.
Kitab Al-Fauz Al-Akbar, tentang etika.
c.
Kitab Tabarat Al-Nats, tentang etika.
d.
Kitab Tabzib Al-Akhlaq wa That-hir Al-Araq, tentang etika.
e.
Kitab Tartib As-Sa’adat, tentang dan politik terutama mengenai
pemerintahan Bumi Abbas dan Banu Buwaih.
f.
Tajarib Al-Umam, tentang sejarah
peristiwa sejak air bah Nabi Nuh a.s hingga tahun 369 H.
g.
Al-Jami’, tentang ketabiban.
h.
Al-Adwiyah, tentang obat-obatan.
i.
Al-Asyribah, tentang minuman.
j.
Al-Mustaudi, tentang kumpulan
syair-syair pilihan.
k.
Maqalat fi Al-Nafsi Wa Al-‘Aql,
tentang jiwa dan akal.
l.
Jawizan Khard, tentang koleksi
ungkapan bijak.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Maskawaih
adalah seorang filsafat muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam. Pengetahuan Ibnu Maskawaih yang amat
menonjol dari hasil banyak membaca buku itu ialah tentang sejarah, filsafat dan
sastra. Sampai saat ini nama Ibnu Maskwaih tetap terkenal karena keahlian
beliau dibidang sejarah dan filosuf. Dan sebagai Filosuf, Ibnu Maskawaih
memperoleh sebutan sebagai Bapak Etika Islam , dikarenakan beliaulah
yang mula-mula mengemukakan terori etika dan sekaligus menulis buku tentang
etika.
Maskawaih membedakan antara pengertian hikmah
(kebijaksanaan, wisdom) dan falsafah (filsafat). Menurutnya, hikmah adalah
keutamaan jiwa yang cerdas (aqilah) yang mampu membeda-bedakan (mumayyiz).
Hikmah adalah bahwa engkau mengetahui segala yang ada (Al-maujudat) sebagai
adanya. Atau jika engkau mengetahui perkara-perkara insaniah (kemanusiaan), dan
hasil dari pengetahuan engkau mengetahui kebenaran-kebenaran spiritual
(ma’qulat) dapat membedakan mana yang wajib dilakukan dan mana yang wajib
ditinggalkan.
0 comments:
Post a Comment