Syaikh KH. Sholeh bin Muhammad bin Ali bin Ahmad Basalamah, Ulama Tijaniy Dunia dari Jatibarang Brebes Jawa Tengah.
DARI ADAB BERZIARAH KUBUR SAMPAI AMALAN LUHUR
Melaju dari Desa Talang Tegal, saya dan keponakan menuju ke Pesantren Darussalam di Jatibarang Brebes. Pengasuhnya
adalah seorang ulama kharismatik di kalangan ulama thariqah maupun
kalangan alim dan awam Nahdliyin, khususnya Brebes-Tegal dan sekitarnya.
Tepat pukul 19:20 WIB kami disambut oleh Syaikh Sholeh Basalamah di
teras halaman rumahnya. Setelah menyampaikan maksud kedatangan kami,
beliaupun tersenyum dan tak lama kemudian terdengar alunan suara adzan
shalat Isya. Akhirnya kami diajak shalat Isya berjamaah di mushalla
pondok pesantrennya sebelum melanjutkan perbincangan lebih lanjut.
Selesai shalat dan wirid berjamaah, kami diajak duduk-duduk kembali.
Kami haturkan kepada Syaikh Sholeh ingin berziarah ke makam ayahanda dan
kakek beliau yang lokasinya tak jauh dari pesantren. Beliaupun berpesan
kepada kami seperti pesan ayahandanya dulu, bahwa sebelum berdzikir dan
bertahlil di area makam bacalah surat al-Ikhlas sebanyak 31 kali. Hal
itu bertujuan agar segala hajat kita lebih cepat terkabul oleh Allah
Swt., disamping sebagai adab/tata krama dalam berziarah kubur ke makam
para wali Allah.
Kami sampaikan juga kepada beliau bahwa kami ingin belajar lebih dalam
tentang kehidupan Rasulullah Saw. Karena kami mengaku masih awam, jauh
dari mengenal Nabi Saw. Sembari tersenyum, beliau pun berkata: “Kamu
termasuk orang yang beruntung, merasa masih awam yang mau belajar.”
Akhirnya beliau memanggil salah satu santrinya untuk diambilkan dua buku
karya terbarunya yang berjudul; “Peristiwa-peristiwa Penting dalam
Kehidupan Nabi Muhammad Saw.” (terjemahan kitab Tarikh al-Hawadits karya
as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki) dan “100 Jalan Meraih Ampunan
Allah” (kumpulan 100 hadits Rasulullah Saw.).
Beliau mengijazahkan kepada kami isi dari dua buku tersebut dan
mengijazahkan satu amalan untuk didawamkan. Amalan itu adalah bacaan
hauqalah “La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim”, dibaca
setiap pagi dan sore masing-masing sebanyak 100 kali. Amalan itu untuk
memperkuat dzahir dan bathin kita, kuat fisik, kuat mental dan kuat
rizkinya.
Beliau berpesan: “Amalan itu yang terpenting bukanlah pada khasiatnya,
melainkan istiqamahnya. Kalau mau mengistiqamahkan bacaan itu maka
otomatis akan dirasakan sendiri khasiatnya.”
a. Sekilas Profil Syaikh KH. Sholeh bin Muhammad bin Ali bin Ahmad
Basalamah
KH. Sholeh Muhammad Basalamah lahir di Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah
14 juli 1959 M. Putra kedua dari Syaikh Muhammad Basalamah. Sejak kecil
dibimbing langsung oleh kakeknya, ulama kharismatik Syaikh Ali bin Ahmad
Basalamah.
Pengalaman belajar yang beliau miliki sungguh tidak diragukan lagi,
setelah lulus SLTP di Jatibarang, beliau melanjutkan pendidikan di YAPI
Bangil, Pasuruan, Jawa Timur. Setelah itu beliau menjadi santri salah
satu ulama terkemuka di dunia yaitu Prof. DR. as-Sayyid Muhammad bin
Alwi al-Maliki al-Hasani Mekkah, yang dimulai pada tahun 1978 sampai
1986.
Pada tahun 1994 beliau mengikuti “Tadribuddu’at al-Alamiyyah”, Training
Dakwah Islam Internasional, di Universias al-Azhar Kairo Mesir. Pada
tahun 2007 dan 2009 mengikuti Seminar Internasional tentang Tasawwuf dan
Thariqah atas undangan Raja Muhammad as-Sadis dari Maroko.
Selain dakwahnya yang lemah lembut, beliau juga dikenal sebagai penulis
yang sangat produktif. Diantara hasil tulisan beliau yang telah
diterbitkan adalah:
1. Tabungan Hari Akhirat (koleksi Hadits-hadits Amal).
2. Pengantar Ilmu al-Quran.
3. Jurus-jurus Kehidupan (Pesan-pesan Moral).
4. Detik-detik Penting Kehidupan Rasullulah Saw.
5. Keampuhan Ayat-ayat Allah.
6. Keistimewaan Hari Jum’at .
7. Sebaiknya Anda Tahu.
8. Peristiwa-peristiwa Penting dalam Kehidupan Nabi Muhammad Saw.
(terjemahan dari kitab Tarikh al-Hawadits karya as-Sayyid Muhammad Alawi
al-Maliki).
9. 100 Jalan Meraih Ampunan Allah (kumpulan 100 hadits Rasulullah Saw.).
10. Dll.
Syaikh Sholeh Basalamah adalah pengasuh utama Pondok Pesantren
Darussalam Desa Jatibarang Kidul, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten
Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Beliau merupakan salah satu pemuka tokoh
ulama thariqah. Beliau mewarisi silsilah thariqah Tijaniyah dari ayah
dan kakeknya. Sekarang beliau disamping aktif sebagai Muqaddam/Mursyid
Tijaniyah juga aktif sebagai Syuriyah PCNU Kabupaten Brebes.
Diantara yang mengenal dekat dengan beliau adalah Maulana al-Habib M.
Luthfi bin Ali bin Yahya Pekalongan. Dulu al-Habib M. Lutfi bin Yahya
lama berguru kepada kakek beliau yaitu Syaikh Ali bin Ahmad Basalamah.
Basalamah adalah nama sebuah marga Arab dari Hadhramaut tapi bukan
Habaib, atau biasa kita sebut sebagai kalangan “Masyayikh”. Kebanyakan
saat ini marga Basalamah di Indonesia berfaham al-Irsyad, dan tak
sedikit yang berfaham Salafi-Wahabi. Maka keluarga besar KH. Sholeh
Basalamah termasuk diantara marga Basalamah yang tersisa atau langka
yang tetap mengikuti faham para leluhurnya yaitu Aswaja ala Nahdlatul
Ulama.
b. Sekilas Tentang Pondok Pesantren Darussalam
Setiap kota memiliki ciri khas tersendiri, begitu juga kota kecil di
wilayah Kabupaten Brebes tepatnya di Jatibarang. Kota yang memiliki
history sangat kental dengan peninggalan Belanda. Di pusat kota, berdiri
kokoh bangunan-bangunan tua di area pabrik gula yang sudah beroperasi
sejak zaman penjajahan dan hingga kini masih eksis peroperasi
menghasilkan gula guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tak hanya itu, kota ini juga terkenal banyak mencetak ulama dan
pribadi-pribadi paripuna melalui perjuangan para ulama dengan
dakwahnya. Dan termasuk yang terbesar diantara semua adalah Pondok
Pesantren Darussalam di bawah asuhan KH. Sholeh Muhammad Basalamah.
Melalui perjuangan yang sangat melelahkan, beliau mendirikan sebuah
yayasan Pendidikan Islam Darussalam pada tahun 1988. Seperti pendidikan
Islam kebanyakan, madrasah ini dimulai dengan santri yang sedikit.
Namun hal itu tidak pernah menyurutkan semangat dan tekad Syaik Sholeh
Basalamah untuk tetap berkhidmat kepada agama melalui madrasah tersebut.
Berselang kurang lebih 11 tahun, madrasah ini kemudian menjadi sebuah
pondok pesantren yang besar yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren
Darussalam tepatnya pada tahun 1999.
Jika kita melihat rutinitas yang terdapat di Ponpes Darussalam sungguh
sangat berbeda dengan pondok-pondok lainnya. Kebanyakan
pesantren-pesantren di Indonesia selalu memperhatikan kuantitas
santrinya, tapi tidak dengan Ponpes Darussalam, setiap tahunnya pondok
hanya menerima 20-30 santri baru yang kebanyakan dari mereka sudah
menyelesaikan pendidikan SMA/MA sederajat. Hal ini dilakukan karena
beberapa alasan, diantaranya beliau ingin mengenal lebih dekat dengan
para santrinya.
Pondok Pesantren Darussalam mendidik para santrinya dengan cara
menerapkan tarbiyyatus salaf, yang dikolaborasiakan dengan kurikulum
yang diadopsi dari pembelajaran di Timur Tengah. Seperti kebanyakan
pesantren salaf yang lain, pondok ini juga tidak menyertakan pedidikan
formal, seperti SD bahkan sampai Perguruan Tinggi. Akan tetapi ijazah
yang dikeluarkan bisa digunakan untuk mendaftar ke tingkat pendidikan
yang lebih tinggi, baik di Indonesia bahkan di Timur Tengah.
Jenjang pendidikan yang ada di pesantren ini dimulai dari ibtida’,
tsanawiyyah dan ‘aliyah. Untuk kegiatan sehari-hari, santri wajib bangun
dimulai dari jam 03:00 dinihari untuk melaksanakan shalat Tahajjud
bersama, dilanjutkan dengan shalat Shubuh berjamaah dan membaca awrad
(wirid-wirid) setelah melaksanakan shalat. Semua santri mengikuti Kuliah
Shubuh dengan sistem halaqoh sesuai dengan kelasnya masing-masing.
Setelah itu para santri beristirahat untuk mandi, sarapan pagi dan
mempersiapkan diri untuk masuk ke kelasnya masing-masing. Sebelum
memasuki kelas mereka masing-masing, para santri diwajibkan untuk
melaksanakan shalat Dhuha. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan belajar
mengajar yang dilaksanakan sampai pukul 13.00 WIB, dan dilanjutkan
dengan shalat Dzuhur berjamaah.
Untuk menyelingi kepenatan belajar, para santri diberikan waktu berolah
raga setelah mereka melaksanakan shalat Ashar berjamaah dan pembacaan
surat al-Waqi’ah. Seusai shalat Maghrib berjamaah, para santri
melanjutkan pembelajaran yang sistemnya sama dengan pembelajaran di pagi
hari yaitu halaqoh yang disesuaikan dengan kelasnya masing-masing.
Setiap malam Rabu para santri dikumpulkan untuk mendengar taui’yah atau
sejenis diklat dari pengasuh pondok pesantren. Kemudian pada malam
Kamis para santri melakukan tamrinan khithabah (latihan khutbah) yang
bertujuan untuk membiasakan diri mereka sebelum terjun ke masyarakat.
Pada malam Jum’at digunakan untuk pembacaan Maulid Nabi Saw.
Sedangkan pengajian rutin di Pondok Pesantren Darussalam yang disediakan
untuk kalangan umum adalah mingguan dan bulanan. Untuk yang mingguan,
diadakan setiap Senin pagi dimulai pukul 09:30 WIB sampai tiba waktu
shalat Dzuhur. Kitab yang diajarkan adalah kitab-kitab karya gurunya,
as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki. Untuk saat ini yang sedang dikaji
adalah kitab Dzakhair Muhammadiyyah, sudah dapat separo. Rencananya
setelah khatam kitab tersebut akan dilanjutkan dengan kajian kitab Haul
al-Ihtifal bi Maulid an-Nabiy Saw.
Sedangkan yang bulanan diadakan setiap malam Jum’at Kliwon. Sedikit
berbeda dengan pengajian mingguan, dalam pengajian ini disertakan juga
dengan dzikiran atau wiridan bersama dan istighatsah.
Keterangan foto: KH. Syaikh Sholeh Muhammad Basalamah saat acara haul
ayahandanya di Pemakaman Umum Jatibarang Kidul, Brebes.
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 03 Februari 2014
0 comments:
Post a Comment