This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha - Premiumbloggertemplates.com.
Wednesday, 24 August 2016
Wednesday, 4 May 2016
09:56
Fatchur blog
Wawancara karo santri-santri al-hadi pekalongan sing uduuuddd
merokok??opo kuwi merokok.. nek menurut pendapat konco-koncoku merokok kuwi udud, ono seng ngandakke merokok kuwi ngampret.. dan liyo-liyone akeh nemen... la sebenere merokok, udud, ngampret dan sebagainya kuwi kepiye sihh?? mari ikuti aku... JURNALIS SING KURANG GAWEAN IKI..............
Iki sebenere mung iseng-iseng tok sih.. tapi yo tetep juga penting soale tugas kuliah sih.. ceritane di kon gawe penelitian.. la aku gawene tentang cah-cah santri sing pada uduuudd... seng oran uduud yo tetep tak wawancarai...
Aku kuliah ning jurusan pendidikan.. ora deng tapi tarbiyah.. yo wes podo wae bedane nek tarbiyah kuwi bahasa arab... aku ora mung kuliah tapi yo mondok juga.. nah,, aku kuwi penasaran karo cah-ccah santri sing do udud.. kuwi sebenere mung melu-melu tok..opo duwe alesan sing ilmiah/ masuk akal..
Naaahh.. wingi kuwi aku ceritane wawancara karo cah santri.. santri pertama sing tak wawancarai jenenge Panjul.. ketoke sihh perokok berat... oh yo... ben ora lali aku wawancara wingi kuwi dino selasa tanggal 3 mei 2016...
HASIL WAWANCARANE KURANG LUWIH KOYOK NGENE
(panjule koyo seneng nemen kae sihh diwawancarai.. nang atine cokk "aku kiye artis diwawancarai.. Wkwkwkwk")
A= tegese AKU,
P=tegese PANJUL
P : pimen o.. yo klalen o... jare panjul...( nyengit pora)
A: YO Kelinganmu kapan ?
P: OHH.. Yo SD Kelas 6 aku wis udud tahh.. tapi gor coba-coba tok... (coba-coba emange opo dicoba-coba, tapi ora popo,, sing penting ojo diraba ,, and ojo diterawang.. xixixixi)
A: La kok udud kwi pertamane priye? opo kadi keluarga opo konco??
P: konco sih.. mbiyen pas PSan .. (halahh gayane PSan padahal kalahan puo)
A: la kwe kok udud kwi alesane kwnopo?
P: udud kwe iso ngilangno stress.. rasane kye tenag kae sihh.. nek ora ududd kye rasane galau...
(ora uduuuddd kok stress jare... kae BAGI KALIAN-KALIAN sing ora pada ududd.. jare propesor docketor panjul SPDi, sampiaan kwi stresss,,,)
A: oohh.. la kwe paling seneng rokok oopo??
P: SIGNATUR... (hah standart.. )
A: Sedino entek pirong batang?
P: Yo sebungkus,, malah iso luwih... (aku takone pirang batang.. kok jawabe bungkusss..)
A: la Kwi entek pirang duwit?
P: 15.000 nan.. (murah temen)
A: sak ngertimu rokok kuwi hukume opo si?
P: makruh.. tapi tergantung deng.. iso dadi haram nek karo minuman keras... (setuju)
A: Wektu paling enak nggo udud kapan?
P: Nek isuk.. nek karo belajar.. plus kopi.. slpttttzzz nikmat pokokee.. (enak kuwi pas bengi-bengi udaaann,, kan atiss.. la kwi langsung jukut kemul.. penak.. )
A: iki terakhir njul.. merokok kwi bagimu manfaate opo??
P: - tombo ngantuk.. tombo galau.. gawe semangat.. nek egen belajar... (kurang siji njul tombo ati sing jarene ono limang perkoro kae sih)
Oke sugeng matur nuwun mas panjul... pokoke nek jowo kuwi ono sugeng'e kan..
ya PEMIRSA demikian lah laporan yang dapat saya sampaikan. saya Mas Fatur Alee-Alee undur diri dari hadapan ANDA semua.. PEMIRSA....ueeessstt PE-PE MI-MI-MIR SA-SA- .. PEMIRSAAA..
created by: Lurah Mgc
fb: Fatchur Alee
Saturday, 31 October 2015
22:34
Fatchur blog
Mencari Jatdiri Didesa Santri
Ada seorang remaja sebut saja Ali. Dia adalah remaja yang tinggal
di pedesaan. Dia lahir dari keluarga “orang biasa yang biasa hidup biasa-biasa
saja”. Orang tua Ali termasuk orang yang rajin beribadah. Ayahnya biasa menjadi
imam di masjid kecil di desanya. Ibunya setiap sore mengajari anak-anak desa ngaji
al-Quran. Meskipun begitu, Ali termasuk malas ketika disuruh mengaji, apalagi
yang mengajar adalah orang tuanya sendiri. jadi dia cenderung menyepelekan. Padahal
bacaan tajwidnya termasuk kategori kurang.
Ali baru saja merayakan kelulusannya dari SMP. Bersama teman-temannya,
pawai keliling dan corat-coret baju pun mereka lakukan layaknya bocah SMP.
Kucing-kucingan dengan polisi pun tak mereka hiraukan. Kenekatan remaja jaman
sekarang memang “sungguh sangat luar biasa sekali”. Masih senang-senangnya
pawai keliling, tiba-tiba Ayahnya menelpon menyuruh Ali pulang untuk
bersiap-siap pergi ke rumah neneknya di Pati, Jawa Tengah. Rencananya Ali
memang mau melanjutkan sekolah di tempat neneknya di Pati.
Senin, 21 April 2011 menjadi cerita baru kehidupan Ali. Dengan naik
Bus antar-kota dia diantar ayahnya, berangkat dari Pekalongan menuju Pati. Tak
lama setelah sampai di desa Kajen Margoyoso Pati. kemudian dia langsung
mendaftarkan diri ke sekolah yang ditujunya. Perlu diketahui bahwa desa Kajen dikenal
dengan julukan desa santri. karena kehidupan di Kajen memang tidak lepas dari aktivitas
para santri yang datang dari dalam sampai luar kota bahkan ada yang dari Madura,
Sumatera, Kalimantan dll. inilah salah satu sebab Ali dipindahkan ke Pati. Ya,
supaya dia terbiasa dengan lingkungan karakter pesantren.
Singkatnya, tiga bulan sudah Ali tinggal didesa Kajen-Pati. tapi
dia belum juga bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. ditambah besarnya rasa
rindu terutama kepada ibunya. Bayangan tentang kebersamaan, kemanjaan,
perhatian orangtua-nya dirumah
membuatnya galau-palau. Semua itu kini terhalang oleh jarak.Tujuan awalnya
untuk bisa mengaji belum juga tercapai, dia bingung mau mengaji (berguru) kepada
siapa?
Untuk mengisi aktivitasnya, biasanya setiap malam jumat, Ali
berziaroh ke maqom mbah Mutamakkin di Kajen, diyakini oleh para pengikutnya mbah
Mutamakkin adalah waliyullah yang memILIKI karamah. Mbah Mutamakkin memang identik
dengan sejarah awal peradaban desa Kajen. Jika diruntut silsilah mbah
Mutamakkin sampai pada Rasulullah Saw. maka setelah selesai membaca yasin dan
tahlil kemudian Ali berdoa kepada Allah dengan tawasul pada mbah mutamakkin
supaya bisa “krasan” tinggal di Kajen dan juga bisa segera menemukan guru ngaji.
Suatu malam ba’da isya’, tak seperti biasanya Kak Udin terlihat berada di rumah. Kak Udin adalah anak dari
mbaknya ibunya Ali (kakak sepupu). Ternyata belum lama ini, Kak Udin baru saja pulang
dari merantau. Ali melihat Kak Udin seperti mau pergi keluar rumah dan membawa
Al-Quran dengan sisa-sisa tetesan air wudhu di wajahnya.
“ mau kemana Kak?” tanya Ali.
“Mau ngaji di ndalemnya Pak Kyai A’an, kamu mau ikut?” Kak
Udin menawari.
“Tapi aku gak lancar ngajinya Kak?” kata Ali.
“La iya, makannya ngaji biar lancar tur bener.” Kak Udin
menambahkan. “Ayo, ini mumpung malem Rabu, bagus sebagai awal untuk belajar.”
“Ayo Kak, Aku tak wudhu dulu” Balas Ali bersemangat.
Malam
Rabu
Sepadat ini yang mengantri untuk
mengaji. Begitu panjang, berdesak-sesak ibarat sebutir gula yang dikerubung
beribu semut. Malam Rabu memang tidak seperti malam-malam yang lain. Banyak
yang percaya bahwa memulai ngaji dan belajar pada Malam Rabu itu membawa
berkah tersendiri. Lama sekali menanti, akhirnya giliran Ali menghadap mengaji.
“A’ûdzu billâhi minasy syaithânir
rajîm….”
“Doooggg…” Meja menyalahkan Ali. Ali
mengulangi lagi.
“A’ûdzu billâhi minasy syaithânir
rajîm….” Disalahkan lagi sampai tiga kali, baru beliau (Kyai A’an) sendiri
yang membenarkan.
“Aaaa, Mangap seng ombo! Nek ngaji
seng niat! Ojo klemar-klemer!”
Pangendikan beliau dengan nada
keras. “Nderedeg atiku. Nderodog awakku”. bathin Ali. Meski
begitu, akhirnya Ali mampu menyelesaikan tujuh ayat itu, dan tak kurang ada dua
puluh ketukan menimpa meja. selamat, Alhamdulillah selamat. Berarti besok, aku
sudah bisa langsung meneruskan Surat al-Baqarah, membaca alif laam miim. Alhamdulillah.
Malam Kamis
Malam Kamis
Karena masih baru, Ali sengaja
mengaji agak akhir. Supaya kalau salah, Kyai A’an bisa langsung membenarkan. Lama
menanti, tibalah gilirannya mengaji.
“Alif laaam miiim….”
“Doog.. doog.. doog..” Asta Kyai
A’an memukul meja pertanda bacaan yang salah. Ali mengulangi lagi.
“Alif laaam miiim….”
“Eee.. eee.. eee.. Fatichah wae
durung iso kok ape ngaleh jen. Baleni!!!” Ali gemetar mendengar pangendikan
beliau yang memang terkesan mbentak.
Setelah mengaji, pangendikan
Kyai A’an tadi begitu cetar membahana dalam hati. Padahal beliau ngendikan
cuma sekali, tapi entah kenapa rasa-rasanya kata-kata itu berkali-kali
terngiang-ngiang di telinga. Eee.. eee.. eee.. Fatichah wae durung iso kok
ape ngaleh jen. Baleni!!!...
Hari-hari berikutnya
Beberapa hari ini Ali sibuk
memikirkan, kenapa dia belum juga diizinkan pindah surat al-baqoroh. padahal
sudah di-tashhih-kan kepada Kak Udin. Dari sisi makhraj, Kak Udin
sudah berkata bagus. “Ah sudahlah. Aku sudah benar-benar lelah!” Ali sudah
hampir putus asa. Keesokan harinya, sepulang dari mendaras di masjid, Ali
melihat anak kecil yang begitu inginnya membuka toples yang berisikan jajan.
Begitu rapatnya tutup itu, sampai-sampai dia kesulitan untuk membuka. Dia
putar-putar masih saja tidak bisa. Lalu Ali mendekati anak itu.
“Sini Dek, tak buka-in.” Kata Ali.
Anak kecil itu menolak sambil ngotot.
“Gak usah!. Aku bisa sendiri kok!” Ditarik-tariknya tutup toples itu sekuat tenaga.
“Arrrrgggggghhhh…” dan akhirnya terbuka. “Hem, bisa tho Kang?.”Kejadian itu sungguh memberi pelajaran tentang banyak hal. Bahwa Ali sama sekali tidak boleh berputus asa! tak boleh menyerah!
“Gak usah!. Aku bisa sendiri kok!” Ditarik-tariknya tutup toples itu sekuat tenaga.
“Arrrrgggggghhhh…” dan akhirnya terbuka. “Hem, bisa tho Kang?.”Kejadian itu sungguh memberi pelajaran tentang banyak hal. Bahwa Ali sama sekali tidak boleh berputus asa! tak boleh menyerah!
Malam Kamis (Minggu Ketiga)
Sudah terhitung 23 hari, semangat..
mulailah Ali membaca al-fatichah. Setelah
selesai membaca al-fatichah, Dalam hati Ali berkata, oh berarti ini sudah tidak
ada salahnya. Saatnya berpindah al-Baqarah.
“Alif laaam miiim….”
“Doog.. doog.. doog.. angger pindah
sak karepmu dewe, masamu Quran iku dolanan? Sak enake dewe!. Ali tertusuk,
tertunduk. Mengehela nafas dalam-dalam, merasa kata-kata itu begitu menghujam, Ali
memejamkan mata. “Cung… Cung… reneo tak kandani!” dari kejauhan Kyai A’an
memanggil. “Dalem Kyai, pripun Kyai???.” Mendekat kepada beliau yang saat itu
tampak begitu mencorong wajahnya, sembari memasang telinga agar tak ada
satu huruf pun dari ucapan beliau yang terlewatkan. “Nek ngaji seng Panteng yo
Cung, Penting Pantang Pontang Panting!” Tiba-tiba beliau mengeluarkan sesuatu
dan diberikannya adalah sebuah kunci.
Tiba-tiba terdengar suara adzan
subuh. masya Allah ternyata mimpi. Subhanallah, tampak sangat jelas sekali.
Seakan-akan bukan mimpi. Subhanallah.. Ali coba membuka-buka kitab hadits yang
dulu pernah dibeli namun tak pernah dibaca sama sekali. Tiba-tiba, ada sebuah
petuah dari Kanjeng Rasul, berupa hadits qudsi kurang lebih isinya begini: Setiap
kali seorang hamba membaca al-Fatichah dalam shalat, setiap kali itu pula
Tuhan pasti selalu menjawab. Selalu ada dialog antara hamba dan Tuhan,
baik hamba itu sadar ataupun tidak.
Hamba: “Alhamdulillahirabbil’alamin.”
Hamba: “Alhamdulillahirabbil’alamin.”
Tuhan: “Oh ini hambaku telah
memujiku, maka akan kutambahkan nikmatKu kepadanya.
Hamba: “Arrahmanirrahim.”
Tuhan: “Dia telah mengakui bahwa Aku
adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka akan selalu Kukasihani dan
Kusayang dia.”
Hamba: “Malikiyaumiddin.”
Tuhan: “Dia telah mengakui bahwa
Aku-lah Penguasa pada hari kiamat, maka akan kuampuni seluruh dosa-dosanya pada
hari itu.”
Hamba: “Iyyaka na’budu wa iyyaka
nasta’inu.”
Tuhan: “Dia telah mengakui bahwa
hanya kepadaKu ia menyembah dan hanya kepadaKu ia memohon pertolongan, maka
akan selalu kuberinya pertolonganKu.”
Hamba: “Ihdinashshirathalmustaqim.
Shirathalladzina an’amta ‘alayhim ghairil maghdhubi ‘alayhim waladh dhallin.”
Tuhan: “Akan Kuberinya segala apa yang
diminta.”
Malam Ke-41
Seperti biasa, Ali menyetorkan Surat
al-Fatichah. Sudah 40 hari lamanya bergelut dengan Umul kitab ini. Ali begitu
mengenalnya, huruf-hurufnya, makhraj-makhrajnya, wakaf-wakafnya,
karakteristiknya, sampai makna dan berbagai tafsirnya. Itu baru Fatichah, dan
itu pun baru sedikit, sangat sangat sedikit pengetahuan tentangnya. Akan tetapi
yang sangat sedikit itu telah mampu membuka segala ketenangan sehingga
bersemayam dalam-dalam dalam hati yang terdalam. Ali mulai membacanya. Begitu
nikmat, begitu khidmat. Benar-benar merasakan Fatichah-ku dijawab Tuhan. Sampai
“ihdinashshirathal mustaqim”, tak terasa bulir-bulir mata air yang sudah
lama tak pernah memancar, tiba-tiba saja mengucur sangat deras dan tak
terbendung. Mata air itu menarik dada sedemikian kencangnya hingga nafas
tersengal-sengal dan seakan-akan membaca tanpa suara. “Aaamin” nyaris
tiada terdengar. Mata terpejam sembari menunduk. Tak berani membuka apalagi
mendongakkan muka. Tiba-tiba terdengar.
“Wis, wis, wis… wis cukup Cung…
mulai sesuk pindah al-Baqarah…”
Ali membuka mata perlahan. Sedikit menatap wajah beliau. Maa Sya Allah!!! beliau berlinang air mata!!!. Ali mengecup asta beliau lumayan lama sampai ikut basah oleh mata dan hidungnya. Dalam hati Ali berkata, “Nyuwun pangapunten Kyai, dalem nyuwun agunging pangapunten. Nyuwun tambahing samudero pangestu kersane ngajine kulo niki panteng, penting pantang pontang panting.”
Ali membuka mata perlahan. Sedikit menatap wajah beliau. Maa Sya Allah!!! beliau berlinang air mata!!!. Ali mengecup asta beliau lumayan lama sampai ikut basah oleh mata dan hidungnya. Dalam hati Ali berkata, “Nyuwun pangapunten Kyai, dalem nyuwun agunging pangapunten. Nyuwun tambahing samudero pangestu kersane ngajine kulo niki panteng, penting pantang pontang panting.”